> >

Tantangan Caleg dalam Proporsional Terbuka dan Tertutup, Biaya Besar hingga Persaingan yang Kompleks

Rumah pemilu | 28 Januari 2023, 07:11 WIB
Ilustrasi pemilu. Soal pemilu ditunda, MUI, PBNU dan PP Muhammadiyah buka suara (Sumber: KOMPAS/MAHDI MUHAMMAD )

Hal tersebut dilandasi ongkos politik yang besar untuk bisa lolos ke parlemen.  

Afriansyah menjelaskan dalam pengalamannya sebagai caleg, sejak dimulainya sistem proporsional terbuka biaya politik sangat besar.

Bahkan memunculkan persaingan yang tidak sehat antar kader partai yang maju sebagai caleg dalam satu daerah pemilihan. 

Belum lagi adanya ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) dalam sistem proporsional terbuka, membuat seluruh caleg dari parpol saling sikut-menyikut.

Baca Juga: Dukung Sistem Proporsional Tertutup Pemilu, PBB Ajukan Gugatan Sebagai Pihak Terkait di MK

"Dengan PT 2,5 persen dan sistem proporsional terbuka di sinilah terjadi persaingan yang luar biasa. Sistem proporsional terbuka saya melihat tidak ada persaingan yang sehat," ujar Afriansyah.

Mengandung kerumitan 

Senada dengan Afriansyah, Politisi PDI Perjuangan Andreas Hugo Pareira menyatakan sistem proporsional terbuka membuat persaingan menjadi berlipat ganda.

Dalam pemilu seharusnya partai lah yang saling berkompetisi, tapi saat ini para caleg harus ikut bersaing dengan caleg partai lain, dan caleg dari partai sendiri.

 

Afriansyah mencontohkan dalam satu daerah pemilihan akan ada 18 partai akan bertarung. Jika satu partai mengusung enam caleg, maka lebih dari 500 caleg dari masing-masing partai maupun internal partai akan bersaing mencari suara agar bisa lolos ke DPR dengan ambang batas parlemen  4 persen. 

Hal inilah yang membuat biaya politik agar bisa dipilih oleh rakyat.

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU