> >

SETARA: Ada 573 Kasus Gangguan terhadap Ibadah Minoritas, SKB 2 Menteri Sebaiknya Dicabut

Agama | 18 Januari 2023, 02:05 WIB
Ilustrasi. Foto viral yang memperlihatkan seorang pengungsi banjir Kudus tengah ibadah sholat di gereja. (Sumber: Kompas.com / Warga Kudus)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Situasi kebebasan beribadah dan pendirian tempat ibadah di Indonesia dinilai masih menjadi masalah serius. Hal tersebut terungkap dari data longitudinal SETARA Institute yang dikumpulkan antara 2007-2022.

SETARA Institute pun mendesak pemerintah lebih memperhatikan fenomena pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia. Lembaga wadah pemikir ini merujuk pernyataan Presiden Joko Widodo saat menghadiri Rakornas Kepala Daerah dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah di Sentul International Convention Center, Selasa (17/1/2023).

Dalam kesempatan itu, Jokowi dilaporkan mewanti-wanti para kepala daerah agar menjamin kebebasan beragama dan beribadah warganya. Jokowi menegaskan dua hal itu dijamin konstitusi.

Kata Jokowi, jaminan konstitusional berupa UUD 1945 tidak boleh kalah dari kesepakatan antara pemerintah daerah dengan berbagai pihak, seperti kesepakatan daerah dengan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang melarang pembangunan tempat ibadah.

Baca Juga: Mengadu Telah Dilecehkan Teman Sendiri, Dua Siswi Malah Dicabuli oleh Kepala Sekolah

Kendati mengapresiasi arahan Jokowi, SETARA Institute menyebut situasi diskriminatif dalam kebebasan beribadah di Indonesia lebih serius. Lembaga ini kemudian merujuk kasus-kass pembubaran dan menolakan peribadatan, penolakan tempat ibadah, intimidasi, perusakan, pembakaran, dan lain sebagainya yang tercatat.

"Seluruh gangguan tersebut menimpa kelompok minoritas, baik dalam relasi eksternal maupun internal agama," demikian rilis SETARA Institute yang diterima Kompas TV, Selasa (17/1).

Sebagai salah satu langkah konkret, SETARA Institute mendesak pemerintah mencabut ketentuan diskriminatif dalam SKB 2 Menteri. Aturan itu dianggap sebagai pemicu penolakan dan pembatasan hak beragama.

"Peraturan perundang-undangan di bawah konstitusi mestinya hanya mengatur untuk memfasilitasi hak warga negara yang dijamin oleh Konsitusi Negara," tulis SETARA Institute.

SETARA Institute pun menyorot peran pemerintah daerah yang dianggap cenderung menyangkal dan membiarkan diskriminasi terhadap minoritas atau bahkan terlibat melakukan diskriminasi. Lembaga ini meniali pemerintah pusat kerap lepas tangan dengan kasus-kasus diskriminasi agama di daerah.

"Padahal urusan agama bukanlah urusan pemerintahan yang didesentralisasi dari Pusat ke Daerah oleh UU Pemerintahan Daerah. Dalam konteks tersebut, SETARA Institute mengusulkan agar perizinan pendirian tempat ibadah atau rumah ibadah ditarik ke Pusat dengan mekanisme administratif yang lebih dipermudah dan disederhanakan."

Lebih lanjut, SETARA Institute mengusulkan FKUB diubah perannya. Lembaga ini mengusulkan agar FKUB tidak diberi kewenangan untuk memberi rekomendasi izin pendirian rumah ibadah.

"FKUB lebih baik dioptimalkan perannya untuk mewujudkan dan memelihara kerukunan sesuai mandat organisasionalnya dengan memperluas kampanye toleransi, ruang-ruang perjumpaan lintas agama, serta mitigasi dan resolusi konflik yang mengganggu kerukunan antar agama, termasuk mediasi dan resolusi jika terjadi kasus penolakan peribadatan dan pendirian tempat dan rumah ibadah."

Baca Juga: Banyak Persoalan Keagamaan, Menag Yaqut Usul Intervensi lewat Perpres FKUB Pusat

 

Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU