Kasus 'Kardus Durian' yang Diduga Seret Cak Imin Dibuka KPK Lagi, PBNU: Tak Boleh Tebang Pilih
Hukum | 28 Oktober 2022, 13:24 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - PBNU mengapresiasi langkah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri yang kembali membuka kasus korupsi 'kardus durian' yang diduga menyeret nama Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.
"Pernyataan Ketua KPK RI Firli Bahuri kemarin (Kamis, 27/10/2022) yang akan membuka kembali kasus tindak pidana korupsi yang dikenal publik dengan 'kardus durian' perlu mendapatkan apresiasi," ujar Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Imron Rosyadi saat dihubungi KOMPAS.TV, Jumat (28/10/2022).
PBNU lantas mempersilakan dan menyatakan siap mengawal KPK untuk memeriksa kembali kasus-kasus lama yang menjadi perhatian publik.
Menurut PBNU, korupsi adalah kejahatan luar biasa.
"PBNU siap mengawal KPK periksa kembali kasus lama. Karena korupsi merupakan ekstra ordinary crime yang merugikan rakyat," paparnya.
Baca Juga: Firli Bahuri Sebut Kasus 'Kardus Durian' yang Diduga Seret Cak Imin Jadi Perhatian KPK: Tolong Kawal
Tak Boleh Tebang Pilih
PBNU juga ingatkan agar KPK tidak tebang pilih kasus.
"KPK tidak boleh tebang pilih dalam memeriksa kasus lama yang menjadi perhatian publik karena apa yang dilakukan KPK terhadap kasus Tanah Bumbu yang menjerat Sdr. Maming jauh lebih dulu terjadi (2011) daripada kasus 'kardus durian' (2014)," jelas Imron.
"Sehingga tidak ada alasan bagi KPK untuk memberikan perlakuan berbeda," sambungnya.
Untuk itu, kata dia, PBNU memberikan dukungan kepada seluruh penegak hukum untuk memberantas korupsi.
"PBNU akan selalu memberikan dukungan kepada semua penegak hukum, termasuk KPK dalam rangka memberantas dan melakukan pencegahan terhadap kejahatan korupsi," tutupnya.
Baca Juga: Cak Imin Sebut PKB Susah Jika Berkoalisi dengan Nasdem, Ternyata Ini Alasannya...
Sebelumnya diberitakan, Ketua KPK Firli Bahuri menyebut kasus korupsi 'kardus durian' yang diduga melibatkan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Cak Imin, menjadi perhatian lembaganya.
“Terkait dengan perkara lama tahun 2014 kalau tidak salah tu, yang disebut dengan ‘kardus durian’ ini juga menjadi perhatian kita bersama,” kata Firli di Jakarta, Kamis (27/10/2022), seperti dikutip dari Kompas.com.
Firli mengimbau masyarakat untuk terus mengawasi kerja KPK. Dirinya berjanji akan mengumumkan perkembangan dugaan kasus korupsi yang sedang ditangani.
“Tolong kawal KPK ikuti perkembangannya dan KPK pastikan setiap perkara pasti disampaikan kepada rekan-rekan semua,” ujarnya.
Sebagai informasi, skandal 'kardus durian' merupakan kasus dugaan korupsi terkait proyek Program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) Transmigrasi.
Kasus ini menyeret Kepala Bagian Program, Evaluasi, dan Pelaporan pada Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) Dadong Irbarelawan.
Saat ini, kementerian tersebut telah berganti nama.
Baca Juga: Prabowo dan Cak Imin akan Bertemu pada Hari Minggu Ini, Apa yang Dibahas?
Dalam catatan Kompas.com, Dadong ditangkap KPK pada 25 Agustus 2011 bersama atasannya yang bernama I Nyoman Suisnaya dan seorang pengusaha bernama Dharnawati.
Dalam penangkapan itu, KPK menyita uang senilai Rp1,5 miliar dalam kardus durian dari Dharnawati yang menjadi kuasa direksi PT Alam Jaya Papua.
Di sinilah nama Muhaimin Iskandar alias Cak Imin terseret. Berdasarkan fakta persidangan, Jaksa menyebut uang di dalam kardus durian tersebut ditujukan untuk Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi saat itu, Muhaimin Iskandar.
Menurut Jaksa, uang Rp1,5 miliar itu merupakan commitment fee agar empat kabupaten yakni Keerom, Mimika, Manokwari, dan Teluk Wondama mendapatkan alokasi PPID dari Kemenakertrans. Tujuannya, agar perusahaan Dharnawati menjadi rekanan proyek di empat kabupaten itu.
Lebih lanjut, Jaksa menuturkan setelah dana untuk empat kabupaten itu disetujui sebesar Rp73 miliar, Nyoman meminta Dharnawati menyerahkan commitment fee sebesar Rp7,3 miliar atau 10 persen dari nilai proyek.
Baca Juga: Waketum PKB: Deklarasi Prabowo-Cak Imin Sudah Pasti, Hanya Tinggal Tunggu Hari Baik
Uang tersebut sedianya diserahkan kepada orang dekat Cak Imin bernama Fauzi.
"Jumlahnya Rp7,3 miliar, caranya terserah, yang penting uangnya didapat," kata Nyoman saat itu.
Untuk membayar commitment fee, Dharnawati menemui Dadong guna melakukan pemindahbukuan rekening. Setelah uang Rp1,5 miliar ditransfer, Dharnawati menyerahkan buku tabungan dan ATM ke Dadong.
“Dengan posisi saldo Rp2 miliar yang merupakan commitment fee yang mana uang itu untuk diberikan kepada Muhaimin," kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin 12 Maret 2012.
Dalam perkara ini, Dadong divonis 3 tahun penjara dan denda Rp100 juta. Sementara Dharnawati divonis 2,5 tahun penjara dan denda Rp100 juta.
Penulis : Dedik Priyanto Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV