Industri Farmasi Diminta Lakukan Pengujian Buntut Kasus Ginjal Anak, BPOM Siapkan Sanksi Cabut Izin
Kesehatan | 20 Oktober 2022, 13:58 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Badan Pengawas dan Obat Makanan (BPOM) meminta semua industri farmasi yang memiliki obat sirup yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG untuk melakukan pengujian mandiri dan melaporkan hasilnya. Hal ini sebagai bentuk tanggung jawab pelaku usaha.
Industri farmasi juga dapat melakukan upaya lain seperti mengganti formula obat dan/atau bahan baku jika diperlukan.
Hal ini seiring temuan banyaknya kasus gangguan ginjal akut pada anak (Acute Kidney Injury/AKI) yang saat ini terjadi. Dalam konferensi pers Kemenkes menyebut, ada 99 kasus kematian yang telah terjadi sepanjang Januari 2022 hingga 18 oktober 2022.
“BPOM juga melakukan penelusuran berbasis risiko, sampling, dan pengujian sampel secara bertahap terhadap produk obat sirop yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG,” tulis BPOM dalam keterangannya, Rabu (19/10/2022).
Sejauh ini, hasil pengujian produk yang mengandung cemaran EG dan DEG tersebut masih dikaji lebih lanjut untuk memastikan pemenuhan ambang batas aman berdasarkan referensi.
Baca Juga: Kematian Gagal Ginjal Anak, Apa Itu Senyawa Etilen Glikol yang Biasa Dipakai di Industri Tekstil?
Sanksi
Untuk produk yang melebihi ambang batas aman akan segera diberikan sanksi administratif di antaranya peringatan, peringatan keras, penghentian sementara kegiatan pembuatan obat, pembekuan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), pencabutan sertifikat CPOB, dan penghentian sementara kegiatan iklan, serta pembekuan Izin Edar dan/atau pencabutan Izin Edar.
BPOM sebenarnya telah menetapkan persyaratan bahwa semua produk obat sirup untuk anak maupun dewasa, tidak diperbolehkan menggunakan EG dan DEG. Namun, EG dan DEG dapat ditemukan sebagai cemaran pada gliserin atau propilen glikol yang digunakan sebagai zat pelarut tambahan.
Dalam hal ini, BPOM sudah menetapkan batas maksimal EG dan DEG pada kedua bahan tambahan tersebut sesuai standar internasional.
Adapun, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, mayoritas kasus yang dilaporkan merupakan anak usia balita. Kewaspadaan perlu ditingkatkan, terutama pada orangtua dengan anak yang menunjukkan gejala dari penyakit tersebut.
”Jika terdapat tanda-tanda bahaya, segera bawa anak ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat. Kewaspadaan itu khususnya jika anak mengalami gejala penurunan volume atau frekuensi urine atau tidak ada urine dengan atau tanpa gejala demam,” katanya, Rabu.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV