Penyebab Gangguan Ginjal Akut pada Anak Belum Diketahui, tapi Pemberian Obat Sirop Diminta Disetop
Kesehatan | 19 Oktober 2022, 13:09 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Sejauh ini gangguan ginjal akut atau AKI pada anak belum diketahui penyebabnya dan masih dalam penelitian.
Namun demikian, Kementerian Kesehatan meminta kepada seluruh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara ini tidak meresepkan atau memberikan obat obat dalam bentuk sediaan cair atau sirop sampai hasil penulusuran dan penelitian tuntas.
Ketetapan itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada Anak.
“Untuk itu, Kemenkes mengimbau masyarakat untuk melakukan pengobatan anak sementara ini tidak mengkonsumsi obat dalam bentuk cair atau sirop tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan, termasuk dokter,” kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Mohammad Syahril pada konferensi pers, Rabu (19/10/2022) secara daring.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sebelumnya juga menyatakan hal serupa. Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso dalam hal ini menjelaskan, memang ada dugaan MIS-C post (reaksi hiperinflamasi pasca infeksi SARS-CoV-2 pada pasien anak pasca Covid-19 yang dikenal sebagai Multisystem Inflammatory In Children atau MIS-C).
Namun, ternyata tidak terbukti penyebabnya itu karena pasien tidak membaik setelah menjalani pengobatan sesuai protokol MIS-C.
Baca Juga: Kemenkes Instruksikan Apotek Setop Jual Obat Sirop Buntut Kasus Gangguan Ginjal Anak
“Kemudian ada juga dugaan seperti yang di Gambia, Afrika itu karena etolen glikol pada komponen obat sirop, tapi ini juga tidak konklusif atau jadi penyebab terjadinya gangguan akut anak di Indonesia,” ujarnya dalam siaran langsung Instagram resmi IDAI pada Selasa, (18/10/2022) lalu.
Intinya, dugaan-dugaan itu atau lainnya masih diteliti lebih lanjut oleh Kemenkes. Hasil kajian ini setidaknya akan diumumkan minggu depan.
Meski begitu, dugaan sirop obat tersebut memang masih diwaspadai oleh IDAI dan Kemenkes.
Piprim berpendapat, orangtua tetap harus mewaspadai sirup obat batuk yang tidak memiliki label izin yang jelas. Orangtua juga perlu mengambil langkah preventif dengan tidak memberikan anak asupan obat yang tidak sesuai anjuran dokter.
“IDAI tidak dalam kapasitas menghentikan penggunaan obat atau melarang dan mencabut peredaran obat, tapi apapun yang bisa dilakukan dalam upaya mecegah akan dilakukan,” kata Piprim.
Adapun, Syahril menyebutkan, jumlah kasus yang dilaporkan per tanggal 18 Oktober 2022 sebanyak 206 kasus dari 20 provinsi yang melaporkan dengan tingkat kematian 99 kasus atau 48 persen, di mana angka kematian pasien yang dirawat khususnya di RSCM sebagai rumah sakit rujukan nasional itu mencapai 65 persen.
“Angka itu terjadi di sepanjang tahun 2022. Jadi sejak januari hingga pertengahan agustus kasus kita hanya sedikit, hanya 1,2 kasus. Tapi Begitu akhir agustus melonjak,” tuturnya.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV