> >

Hasil Penelitian Terbaru Tambah Bukti Ancaman Besar dari Sesar Baribis di Selatan Jakarta

Update | 26 Juni 2022, 16:28 WIB
Ilustrasi gempa bumi. Hasil penelitian terbaru mengungkapkan adanya ancaman besar dari Sesar Baribis, jalur patahan di selatan Jakarta. (Sumber: Shutterstock)

”Banjir bandang berisi lumpur dan kayu memenuhi Sungai Ciliwung di Batavia, mengalir ke laut. Di mana-mana terjadi kehancuran,” ujarnya.

Gempa kuat lain terjadi pada 22 Januari 1780, dan dianggap sebagai salah satu yang terbesar yang pernah melanda Jawa sebagaimana disebut Musson dalam British Geological Survey (2012).

Wichmann (1918) menyebutkan, getaran tanah terasa di seluruh Jawa dan Sumatera bagian tenggara, dengan daerah paling terasa di Jawa Barat.

Akibat peristiwa itu, setidaknya 27 gudang dan rumah runtuh di Zandsee dan Moor gracht (kanal), kini merupakan lokasi Pusat Kebudayaan Jakarta berada.

Selanjutnya, rangkaian gempa bumi melanda Jakarta pada malam 10 Oktober 1834, yang didahului oleh gempa besar pada dini hari.

Javasche Courant edisi 22 November 1834 menyebutkan, gempa ini juga dirasakan di Banten, Karawang, Bogor, dan Priangan. Bahkan, guncangan juga terasa hingga Tegal dan Lampung.

Beberapa bangunan yang dilaporkan mengalami kerusakan di Jakarta, di antaranya, rumah-rumah dan bangunan batu termasuk istana di Weltevreden (Paleis van Daendels/Het Groot Huis, Istana Gubernur Jenderal, baru-baru ini menjadi Gedung Kementerian Keuangan).

Rumah-rumah batu di Cilangkap, Jakarta Timur, juga rusak sebagian atau hancur.

Dampak dari gempa bumi tersebut juga dirasakan di Bogor, hampir semua bangunan batu rusak parah.

Bahkan, Istana Buitenzorg (Istana Bogor) sebagian runtuh, termasuk bagian utara bangunan pusat, dan dinding luar sayap timur. Stasiun pos di Cihanjawar terkubur seluruhnya di bawah tanah, yang menewaskan 5 orang dan 10 kuda mati.

Dengan pemodelan yang didasarkan pada sebaran kerusakan, Nguyen (2015) kembali menyimpulkan bahwa gempa kali ini juga bersumber dari Sesar Baribis.

Endra Gunawan, peneliti geofisika yang juga dosen di Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB, mengatakan, zona tektonik di selatan Jakarta memang aktif.

”Ini memang agak sensitif karena berkaitan dengan daerah yang padat penduduk. Tetapi, harus disampaikan apa adanya bahwa dari sisi sains, zona tektonik di selatan Jakarta memang aktif,” tuturnya.

Menurut Endra yang terlibat dalam serangkaian studi kegempaan di Jawa, khususnya sekitar Jakarta ini, kerentanan bencana tersebut perlu dikomunikasikan ke masyarakat.

Sehingga, mitigasi bancana sudah bisa mulai dipersiapkan.

”Selain tata ruang dan tata bangunan, juga edukasi dan pelatihan menghadapi gempa perlu disiapkan secara rutin,” kata dia.

Hal senada disampaikan oleh Koordinator Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono.

Terlebih, risiko guncangan karena gempa di Jakarta dan sekitarnya bisa diamplifikasi oleh kondisi tanah yang lunak karena tersusun endapan muda.

Baca Juga: BMKG Sebut Ada Potensi Gempa di Selatan Jakarta, Anies Bakal Cek Keaktifan Sesar Baribis

Dia mengingatkan gempa bumi berkekuatan M 5,8 dari zona subduksi yang melanda Jakarta pada 17 Maret 1997.

Kejadian itu menimbulkan kerusakan bangunan tembok di beberapa gedung di kawasan Jalan Jenderal Sudirman-Thamrin.

Demikian pula dengan gempa berkekuatan M 6,7 di Selat Sunda pada Jumat, 14 Januari 2022 pukul 16.05 yang menimbulkan kerusakan dan dirasakan cukup kuat hingga Jakarta.

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas.id


TERBARU