> >

Pakar Hukum Tata Negara: Putusan MK Terkait Masa Jabatan Hakim 15 Tahun Rawan Konflik Kepentingan

Hukum | 22 Juni 2022, 23:43 WIB
Pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, dalam Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Rabu (22/6/2022). (Sumber: Kompas TV)

Ia menerangkan, dalam hukum tata negara terdapat asas yang tidak memperbolehkan menilai hal-hal apapun yang terkait dengan dirinya sendiri.

Oleh karena itu, ia menilai kenyamanan atas lamanya masa jabatan tersebut dapat menyebabkan turunnya kualitas putusan MK.

"Menjadi hakim MK itu kan juga banyak kenyamanan, dan ini yang menurut pendapat kami akan membuat putusan-putusan MK menjadi cenderung menurun kualitasnya, karena ada kenyamanan yang diberikan, tapi tidak ada pengecekan di tengah jalan," terangnya.

"Dalam jabatan apapun, berkurangnya akuntabilitas juga akan menyebabkan turunnya performa kerja seseorang," imbuhnya.

Bivitri menambahkan, untuk mengurangi benturan kepentingan, sebaiknya putusan MK tersebut diberlakukan untuk hakim konstitusi periode selanjutnya.

"Putusannya bisa dibuat misalnya, supaya hanya berlaku setelah masa jabatan mereka berakhir. Maksudnya untuk hakim MK batch berikutnya. Nah dengan itu sebetulnya benturan kepentingannya menjadi berkurang," terangnya.

Ia juga mengkritik penolakan uji formil dan pelaksanaan uji formil MK yang dilakukan secara tertutup, namun dinilai konstitusional. 

"Ini tiga hari lho dibahasnya dan tertutup, tapi dinyatakan konstitusional, dengan alasan menindaklanjuti putusan MK, padahal kita bisa perdebatkan persoalan itu," kata Bivitri.

Sebelumnya, ia membandingkan putusan MK terkait UU Cipta Kerja yang dinilai inkonstitusional. 

"Sebenarnya itu tidak konsisten dengan putusan UU Cipta Kerja, yang bisa menyatakan satu proses itu inkostitusional," jelasnya.

Ia khawatir, uji formil MK akan semakin tertutup kedepannya.

Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU