Alasan MUI Larang Kurban Hewan Kena PMK Kategori Berat, tapi Boleh Jika Bergejala Ringan
Agama | 1 Juni 2022, 06:18 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara resmi telah mengeluarkan 10 panduan, Selasa (31/5/2022), terkait hewan ternak yang akan dikurbankan pada Iduladha 2022 ini di tengah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang mewabah di sebagian tempat di Indonesia.
Ketentuan ini tertuang dalam dalam Fatwa MUI Nomor 32/2022 yang membolehkan kurban hewan kena PMK dengan kategori ringan, tapi tidak sah jika hewan ternak tersebut terkena PMK kategori berat. Lantas, apa alasan MUI?
Ketua Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh menjelaskan alasannya terkait landasan hukum berkurban dengan hewan kurban yang tidak sehat, termasuk terkena penyakit mulut dan kuku (PMK).
Menurutnya, hewan ternak yang terkena PMK tidak bisa dijadikan kurban, khususnya dengan kategori berat. Bahkan disebut tidak sah dijadikan kurban.
Menurut MUI, salah satu hal yang bisa menyebabkan ketidakabsahan hewan untuk dijadikan kurban adalah terkait kecacatan.
Kecacatan ini secara hukum tidak dibolehkan untuk kurban, seperti halnya analogi telinganya terpotong dalam hewan untuk kurban.
"Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat, seperti lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang atau tidak bisa berjalan serta menyebabkan sangat kurus, hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban," ujar Asrorun Niam dikutip dari Youtube MUI TV pada Rabu (1/6/2022).
Dalam ketentuan surat dari fatwa MUI tersebut juga mengatur ketentuan hewan kurban terkena PMK.
MUI juga dirinci sesuai dengan kondisi faktual hewan tersebut saat jelang Kurban Iduladha 2022.
"Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan dan keluar air liur lebih dari biasanya, hukumnya sah dijadikan hewan kurban," kata Asrorun.
Baca Juga: Simak! 10 Panduan MUI untuk Cegah Hewan Kurban Terpapar Wabah PMK
Sementara apabila hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK, dalam rentang waktu yang dibolehkan kurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijah), maka hewan ternak tersebut sah dijadikan hewan kurban.
Untuk mencegah PMK perlu vaksinasi dan tanda hewan sudah disuntik vaksin, biasanya dipasang eartag di telinga dengan cara dilobangi. Kondisi tersebut tidak menghalangi keabsahan hewan kurban.
"Pelubangan pada telinga hewan dengan eartag atau pemberian cap pada tubuhnya sebagai tanda hewan sudah divaksinasi atau sebagai identitasnya, tidak menghalangi keabsahan hewan kurban," ujar dosen UIN Jakarta ini.
Penulis : Dedik Priyanto Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV