Gus Yahya: NU Tidak Boleh Jadi Senjata Kompetisi Politik
Politik | 23 Mei 2022, 17:30 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menegaskan, Nahdlatul Ulama (NU) tidak boleh digunakan sebagai senjata dalam kompetisi politik.
Gus Yahya menegaskan, ketentuan tersebut berlaku bagi semua partai politik.
Pernyataan itu disampaikan Gus Yahya seusai menggelar pertemuan dengan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa di Kantor PBNU, Senin (23/5/2022).
“Semuanya, untuk semua partai, jadi NU itu ndak boleh digunakan sebagai senjata untuk kompetisi politik,” tegasnya.
Baca Juga: Ketum PBNU Respons Muhaimin Iskandar Kumpul dengan Ulama: Sebentar Lagi Panglima Juga
“Karena kalau kita biarkan terus-terus begini, ini tidak sehat,” lanjutnya.
Gus Yahya mengatakan, eksistensi Nahdlatul Ulama selalu untuk bangsa. Oleh karenanya, tidak boleh ada yang mengeksploitasi identitas NU untuk kepentingan politik.
“Saya ingin sampaikan di sini bahwa kita tidak mau, kita mohon jangan pakai politik identitas, terutama identitas agama, termasuk identitas NU,” ujarnya.
“Tidak boleh mengeksploitasi identitas NU untuk politik, tidak. NU ini untuk selalu bangsa,” lanjutnya.
Baca Juga: Gus Yahya: Diterima atau Tidak, Rais Aam PBNU Udah Mundur dari MUI
Sebelumnya pada 16 Mei lalu, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar memamerkan desain kaos rancangan Kiai Imam Jazuli yang bertuliskan “Warga NU Kultural Wajib Ber-PKB. Struktural, Sakarepmu!” di akun Twitter dan Instagramnya.
Kemudian unggahan yang sarat makna dalam dinamika politik itu, viral dan menjadi perbincangan.
Seperti diwartakan KOMPAS.TV sebelumnya, Imam Jazuli adalah kiai NU yang mengasuh Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon dan merupakan pengurus PBNU 2010-2015.
Kiai Jazuli ini dianggap yang memelopori gerakan "NU kultural wajib ber-PKB" yang ramai diperbincangkan.
Baca Juga: Heboh Cak Imin Pamer Warga NU Kultural Wajib ber-PKB, Ini Kata Pengamat
Dalam banyak kolom tulisannya di Tribunnews, misalnya, Kiai Jazuli kerap mengingatkan ada pihak-pihak yang tidak ingin PKB dan PBNU bersatu lagi.
"Saya kadang membayangkan, jika warga Nahdiyyin yang konon berjumlah 80 juta itu, 30 % nya saja sadar politik yaitu dengan ber PKB, tentu PKB akan menjadi pemenang pemilu di 2024, dan itu akan menjadi kemenangan Nahdiyyin," tulisnya.
Tapi menurutnya, kesadaran politik seperti itu pasti tidak disenangi banyak pihak. Ia menduga ada pihak yang didorong untuk memisahkan NU dengan politik/PKB.
"Dengan mencairkan politik warga NU menjadi multi partai (bebas partai apa saja), tujuannya agar lemahnya partai politik milik NU sehingga secara politik NU lemah. Itu hanya dugaan saya saja sebagai orang yang awam politik,” jelasnya.
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV