Perguruan Tinggi Kesehatan Swasta Tak Setuju Tata Cara Uji Kompetensi Mahasiswa, Ini Alasannya
Sosial | 28 April 2022, 01:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Perguruan tinggi kesehatan swasta di Indonesia tidak menyetujui tata cara uji kompetensi mahasiswa.
Melalui Himpunan Perguruan Tinggi Kesehatan Swasta Indonesia (HPTKes), mereka menolak Permendikbud Nomor 2 Tahun 2020 yang mengatur tata cara pelaksanaan uji kompetensi mahasiswa bidang kesehatan (Permen Ukom).
Menurut Ketua Umum HPTKes Budi Djatmiko, ada tujuh alasan yang membuat Permen Ukom ditolak. Pertama, lembaga baru yang dibentuk yakni Komite Nasional Uji Kompetensi tidak memiliki landasan pengaturan dalam UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (UU Nakes).
Kedua, berdasarkan UU Nakes, kewenangan melaksanakan uji kompetensi mahasiswa bidang kesehatan ada pada perguruan tinggi.
Namun, kehadiran Komite Nasional Uji Kompetensi yang dibentuk oleh peraturan menteri justru mengambil alih kewenangan perguruan tinggi yang diatur dalam undang-undang.
Baca Juga: Tunaikan Permendikbud 30, Unsri Bentuk Satgas PPKS dengan Libatkan Mahasiswi Cegah Pelecehan Seksual
Ketiga, tanggung jawab penerbitan sertifikat kompetensi berada di perguruan tinggi, padahal perguruan tinggi tidak punya peran dalam menentukan kriteria, standar, dan output dari uji kompetensi mahasiswa bidang kesehatan.
“Ini seperti perguruan tinggi kesehatan sebatas tukang stemple sertifikat saja,” ujarnya, dalam siaran pers, Rabu (27/4/2022).
Keempat, Permen Ukom mengatur dan menjadikan uji kompetensi sebagai prasyarat kelulusan mahasiswa untuk memperoleh gelar akademik dan penerbitan ijazah bertentangan dengan UU Sisdiknas yang mengatur kewenangan menentukan syarat kelulusan sepenuhnya berada pada perguruan tinggi.
Kelima, uji kompetensi sebagai syarat kelulusan mahasiswa dan syarat perolehan gelar akademik adalah sebuah kekeliruan karena uji kompetensi menjadi acuan standar kemampuan orang untuk praktik.
“Tapi tidak semua mahasiwa bidang kesehatan nantinya akan berpraktik dan menekuni profesi sebagai tenaga kesehatan setelah lulus dari perguruan tinggi, jadi uji ini harusnya diperuntukkan bagi lulusan yang memang ingin kerja sebagai nakes,” ucapnya.
Keenam, hasil dari uji kompetensi dengan metode computer based test (CBT) tidak bisa menjadi acuan untuk menilai kompetensi orang secara utuh. Kompetensi harus dilihat dari pengetahuan, praktik, dan sikap secara bersamaan.
Baca Juga: Kontroversi Frasa “Tanpa Persetujuan Korban” dalam Permendikbud Dianggap Legalkan Perzinahan? - ROSI
Ketujuh, pengelolaan biaya uji kompetensi tidak mengikuti skema Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) karena dikelola Pejabat Pengelola Keuangan yang ditunjuk langsung oleh Mendikbudristek melalui Keputusan Menteri.
Penulis : Switzy Sabandar Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV