Kejagung Tetapkan Seorang Purnawirawan TNI sebagai Tersangka Kasus Pelanggaran HAM di Paniai Papua
Hukum | 2 April 2022, 02:35 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan seorang berinisial IS sebagai tersangka kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, peristiwa Paniai, Papua.
Tersangka IS yang diketahui purnawirawan TNI ini diduga melakukan pelanggaran HAM berat hingga mengakibatkan empat orang meninggal dunia dan 21 orang mengalami luka-luka.
Peristiwa tersebut berkaitan dengan pembubaran paksa aksi unjuk rasa dan protes masyarakat Paniai, di Polsek, dan Koramil Paniai, pada 7-8 Desember 2014.
Baca Juga: Pelanggaran HAM Berat di Paniai: Mengapa Pegiat HAM Sebut Penyidikan Kejagung Tidak Transparan?
Kala itu tersangka IS menjabat sebagai perwira penghubung di Komando Distrik Militer (Kodim) wilayah Paniai, Papua.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung RI Ketut Sumedana menjelaskan penetapan ini setelah tim penyidik Direktorat Pelanggaran HAM Berat Jampidsus mendapatkan bukti permulaan yang cukup dari pemeriksaan sejumlah saksi, barang bukti dan keterangan ahli.
Dalam mengungkap perkara dugaan adanya peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat di Paniai tahun 2014 Jampidsus telah memeriksa 50 orang saksi yang terdiri dari unsur masyarakat sipil sebanyak tujuh orang.
Unsur Kepolisian RI sebanyak 18 orang, dan unsur TNI sebanyak 25 orang, serta ahli sebanyak 6 orang.
Baca Juga: Peringati Hari Hak Asasi Sedunia, Presiden Jokowi: Harus Ada Keadilan, Salah Satunya Kasus Paniai
Penyidikan kasus ini didasarkan Surat Perintah Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: Print-79/A/JA/12/2021 tanggal 03 Desember 2021 dan Nomor: Print-19/A/Fh.1/02/2022 tanggal 04 Februari 2022.
Kemudian, surat penetapan tersangka itu diteken oleh Jaksa Agung RI selaku penyidik melalui Nomor: TAP-01/A/Fh.1/04/2022 tanggal 1 April 2022.
"Adanya peristiwa pelanggaran HAM berat di Paniai Tahun 2014 berupa pembunuhan dan penganiayaan," ujar Ketut dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (1/4/2022).
Baca Juga: Komnas HAM Berupaya Naikkan Kasus Pembunuhan Munir Jadi Pelanggaran HAM Berat: Kami akan Ketok Palu
Ketut menambahkan peristiwa pelanggaran HAM berat terjadi karena tidak adanya pengendalian yang efektif dari komandan militer yang secara de jure dan/atau de facto berada di bawah kekuasaan dan pengendaliannya.
Kemudian IS tidak mencegah atau menghentikan perbuatan pasukannya dan juga tidak menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, sebagaimana dimaksud Pasal 42 ayat (1) UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Atas perbuatannya, IS disangkakan melanggar Pasal 42 ayat (1) jo. Pasal 9 huruf a jo Pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Pasal 40 jo Pasal 9 huruf h jo. Pasal 7 huruf b UU Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Baca Juga: Hari Ini 7 Tahun Lalu, TNI Diduga Tembaki Warga Sipil di Paniai Papua, 4 Orang Tewas dan 13 Terluka
"Soal ancaman penjara selama 20 tahun, atau paling ringan 10 tahun penjara," ujar Ketut.
Sebelumnya Komnas HAM menetapkan Peristiwa Paniai pada 7-8 Desember 2014 sebagai kasus pelanggaran HAM berat. Hal ini diputuskan dalam Sidang Paripurna Khusus Komnas HAM pada 3 Februari 2020.
Kasus Paniai Berdarah ini, sempat menjadi atensi Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat peringatan Hari HAM 2021, dengan memerintahkan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat tersebut.
Penulis : Johannes Mangihot Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV