> >

Riset Continuum Bantah Klaim Menteri Luhut Soal 110 Juta Pengguna Twitter Dukung Penundaan Pemilu

Politik | 27 Maret 2022, 06:10 WIB
Ilustrasi penundaan pemilu. (Sumber: Shutterstock/Kompas.com)

Ia beranggapan, jika masyarakat sipil dan seluruh elemen tidak waspada, maka bukan mustahil pengubahan konstitusi untuk mengakomodasi perpanjangan kekuasaan dapat terealisasi seperti yang telah terjadi di sejumlah negara yang memiliki basis demokrasi lemah seperti Argentina, Brasil, Kolombia, Pakistan, atau Rusia.

Sementara, Rektor Universitas Paramadina Didik J Rachbini berpendapat, terdapat indikasi hasrat memperbesar kekuasaan di balik wacana penundaan pemilu yang sedang terjadi. Satu teori ekonomi menyatakan, perilaku manusia pada dasarnya didorong  perluasan kekuasaan (empire building theory).

Baca Juga: Belasan Warga di Kota Malang Lakukan Aksi Diam, Tolak Penundaan Pemilu

“Dalam lensa inilah, perilaku elite politik dalam mengusung wacana penundaan pemilu dapat ditafsirkan mempunyai tujuan untuk memaksimalkan profit dan memperluas kekuasaan,” ucapnya.

Ia juga menilai terdapat peran special interest groups dalam politik, yaitu kelompok kepentingan yang bergerak di bawah tanah dan keberadaannya tidak terlihat secara resmi. Special interest group ini memiliki perilaku rent-seeking, yaitu ‘menyewa’ kekuasaan politik untuk memperoleh keuntungan bisnis.

“Dalam wacana penundaan pemilu, rent-seeker tersebut perlu ditinjau berada pada area keuntungan bisnis tersebut,” ujarnya.

 

 

Penulis : Switzy Sabandar Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU