Bivitri: Hukum Negara, Secara Esensial Tidak Pernah Setara Menempatkan Pejabat dengan Warga Biasa
Hukum | 21 Maret 2022, 14:39 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti mengatakan, hukum negara secara esensial memang tidak akan pernah setara menempatkan pejabat publik dengan warga biasa.
Bivitri pun menuturkan, kondisi tersebut saat ini tengah terjadi antara Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dengan Menteri Koordinator Kematiriman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
“Hukum kita ini, hukum negara, secara esensial memang dia tidak akan pernah setara menempatkan yang namanya pejabat publik tadi dengan warga biasa. Nah ini yang sesungguhnya tengah terjadi,” ujar Bivitri dalam Sapa Indonesia Pagi KOMPAS TV, Senin (21/3/2022).
Kalau saja, kata Bivitri, keadaban dan demokrasinya baik seyogyanya yang di kedepankan bukanlah langkah hukum tapi dialog.
Baca Juga: Kuasa Hukum Haris Azhar Minta Luhut Harus Diadili Lebih Dulu, Juniver Pertanyakan "Lord Luhut"
“Misalnya, oke salahnya di mana sih dari study itu dengan catatan memang Fatia dan Haris tidak, bukan penelitinya, tapi silahkan disampaikan, oh pemegang sahamnya sudah berpindah misalnya ada seperti itu, tetapi dibuka diperdebatkan bukan melalui hukum,” tegasnya.
Bivitri menyampaikan dalam posisi ini, beban penjelasannya memang ada pada Luhut Binsar Pandjaitan yang merupakan pejabat publik.
Apa yang dilakukan pejabat publik, tentu saja harus sesuai dengan etika penyelenggara negara salah satu adalah adanya konflik interest atau benturan kepentingan yang mungkin terjadi dalam bisnis-bisnis yang ia atau keluarganya lakukan.
“Nah kalau memang tidak benar, ya silakan dijelaskan, bebannya ada di pejabat publik itu, tugas dari orang-orang 9 organisasi yang melakukan kajian adalah menyajikan data yang memang ternyata sudah didalami dan disampaikan secara tertulis semuanya, jelas,” ujarnya.
Baca Juga: Haris Azhar Menilai Luhut Binsar Pandjaitan Harus Diadili Sebelum Dirinya, Ini Penjelasannya
“Sehingga seandainya ada kesalahan-kesalahan berdasarkan yang tertulis itu bisa langsung dibantah, nah harusnya dalam forum yang bukan forum hukum, karena begitu sampai pada forum hukum sudah ada ketidak setaraan,” tambahnya.
Bicara Indonesia negara hukum, dalam pemahaman Bivitri negara hukum tidak pernah netral terlebih dalam kondisi di Indonesia pada saat ini.
“Dimana hukum memang sering digunakan oleh penguasan untuk membatasi suara-suara yang terlalu kritis. Ini (kasus Haris dan Fatia) kan bukan yang pertama,” ucap Bivitri.
“Ada kasusnya ICW, kemudian ada berbagai demonstrasi juga dibungkam atas nama hukum. Jadi saya kira ini juga yang harus kita lihat secara kritis. Jangan hanya dilihat dari aspek hukum acara pidana,” katanya.
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV