> >

Soal Kerangkeng Manusia Bupati Langkat, LPSK Temukan Dugaan Penyiksaan hingga Penistaan Agama

Hukum | 10 Maret 2022, 10:01 WIB
Tim gabungan dari Polda Sumut mendatangi kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat non-aktif Terbit Rencana Perangin-angin. (Sumber: Dok. Polda Sumut via KOMPAS.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV — Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menemukan dugaan tindak pidana penyiksaan hingga perdagangan orang dalam kasus kerangkeng manusia milik Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin.

Menurut Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo setidaknya ada tujuh tindak pidana dalam kasus tersebut LPSK usai melakukan investigasi sejak 27 Januari hingga 5 Maret 2022.

"Tujuh dugaan tindak pidana tersebut yakni perdagangan orang, kekerasan terhadap anak, penyiksaan/penganiayaan berat, pembunuhan, perampasan kemerdekaan, penistaan agama, dan kecelakaan kerja," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo melalui keterangan tertulis, Rabu (9/3/2022).

Diketahui, temuan ini hadir untuk memperkuat temuan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebelumnya yang menyatakan ada praktik penyiksaan dalam kerangkeng manusia.

Kendati demikian, Hasto menyebut proses hukum terkait kerangkeng manusia belum ada progres berarti.

Baca Juga: Komnas HAM Yakin Ada Praktik Perbudakan pada Kasus Kerangkeng Manusia Bupati Langkat

Hal tersebut menurutnya, karena Terbit Rencana merupakan pelaku yang memiliki basis massa dari organisasi kemasyarakatan (ormas) yang digawanginya. Selain itu, ia juga memiliki kekuatan harta.

LPSK menilai perbudakan manusia terjadi bukan hanya karena modus eksploitasi berbasis keuntungan material, tetapi juga karena mereka yang tahu dan berwenang, tidak mau mengambil tindakan akibat pengaruh dan kuasa local strongman atau orang kaya yang melakukan kontrol sosial.

LPSK berharap Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan membentuk tim yang terdiri atas kementerian dan lembaga untuk memastikan proses hukum ditindaklanjuti secara profesional dan tuntas.

"Tentu dengan memerhatikan pemenuhan hak korban termasuk memastikan tidak ada praktik yang sama di wilayah lainnya," ujar dia.

Senada dengan itu, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan Terbit Rencana yang menjabat sebagai kepala daerah tidak memiliki kewenangan yang melekat untuk menahan manusia dalam sebuah kerangkeng.

Hasil investigasi dan penelaahan LPSK diduga Terbit Rencana juga dibantu anggota keluarganya, oknum anggota ormas, dan beberapa oknum TNI serta Polri.

Hal tersebut, lanjut dia, sudah cukup memenuhi unsur tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Korban yang dikurung dalam kerangkeng dipaksa bekerja di pabrik perkebunan sawit dan penyediaan pakan ternak milik Terbit Rencana Perangin Angin.

Baca Juga: Puspomad TNI Kirim Tim ke Sumut Selidiki Dugaan Kekerasan di Kerangkeng Manusia oleh Anggotanya

Penulis : Nurul Fitriana Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Antara


TERBARU