Pemikiran Soesilo Toer soal Pesimisme dan Sikap untuk Menyikapi Hidup
Sosok | 4 Maret 2022, 09:14 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Soesilo Toer, adik dari penulis legendaris Indonesia, Pramoedya Ananta Toer, mengisahkan perjuangan dirinya ketika menghadapi suasana sulit.
Bagi Susilo Toer, ada sebuah kata yang sejak kecil yang sering didengar dan harusnya bukan jadi persoalan dalam menjalani hidup. Kata itu adalah pesimisme.
Menurut Cambridge Dictionary, pesimisme adalah cara pikir yang menekankan pada hal-hal buruk lebih mungkin terjadi atau menekankan bagian buruk dari suatu situasi.
Akan tetapi apakah seseorang yang pesimis akan selalu mengalami kegagalan?
Seseorang yang mengakui bahwa dirinya adalah seorang pesimis adalah Soesilo Toer. Dalam siniar Beginu bertajuk 'Pola Pikir Pesimisme dan Tidur Terus' Soesilo Toer membagikan pengalaman hidupnya.
"Pram waktu lahir tuh bapak lagi jaya, saya lahir lagi melarat-melaratnya. Lah itu, saya jadi pesimis. Pesimisme itu tidak bisa hilang, itu bagian dari hidup,” ujarnya.
Meskipun dinyatakan dengan nada kelakar, nyatanya pola pikir pesimisme lah yang membuat Soesilo berhasil mencapai titik hidupnya saat ini.
Menurut Marlanna Pogosyan dalam Psychology Today, terdapat penelitian dari Jepang yang mengungkapkan bahwa seorang pesimis memiliki pertahanan lebih baik daripada orang optimis dan hal ini berpengaruh pada kinerja aktual.
Studi dari Amerika Serikat (AS) juga menunjukkan, orang pesimis ternyata sama baiknya dengan orang optimis.
Terdapat kepercayaan di AS, orang yang memiliki pola pikir pesimis akan lebih termotivasi untuk menyingkirkan perasaan takut dan gagal.
Mungkin, ini pula yang menjadi gagasan para pesimis untuk menjalani hidupnya tanpa ekspektasi.
Baca Juga: Sejarah Hari Ini, Pramoedya Ananta Toer Melawan sampai Akhir
Perjalanan Hidup Soesilo Toer dan Pesimismenya
Soesilo Toer adalah lulusan terbaik Akademi Keuangan Bogor dan mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan beasiswa ke AS Singapura, atau Australia.
Namun, pendidikannya ke tiga negara itu gagal dan malah dikirimkan ke Rusia, yaitu Patrice Lumumba University.
Hal ini disinyalir karena adanya suntikan dana dari CIA sebesar 100 juta dollar. Tak hanya Soesilo, hampir semua lulusan juga diberangkatkan ke Rusia. Lelaki itu termasuk ke dalam angkatan ketiga yang diberangkatkan.
Pendidikannya berjalan baik. Ia bahkan berhasil mendapatkan gelar Ph.D. atau doktor dalam waktu 1,5 tahun.
Pada masa itu, kecintaannya terhadap Tanah Air membuatnya ingin pulang di tahun 1966. Tepat setahun setelah Menteri/Panglima Angkatan Darat Soeharto saat itu, menyampaikan pengunguman resmi perihal Partai Komunis Indonesia (PKI) yang diduga menjadi dalang peristiwa hingga menewaskan enam jenderal.
Ternyata, paspor Soesilo dicabut karena ia lupa memperpanjang. Pertemuannya dengan Dirjen Imigrasi saat itu membawa hasil bahwa ia wajib lapor ke kedutaan selama dua tahun penuh.
"Cuma itungannya saya 4B waktu itu; bunuh, buang, bui, bebas. Kena bui 6 tahun," ujarnya kepada Wisnu Nugroho di acara tersebut.
Akhirnya saat kepulangannya ke tanah air, pada tahun 1972, ia langsung dibawa ke lapas kemayoran dengan tuduhan yang tidak diketahuinya hingga kini.
Ia bukan ditahan di lapas para tahanan G30S PKI, tetapi di 'Markas Kalong'. Dikutip dari Kompas cetak, 17 Januari 1967, satuan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) membentuk 'Operasi Kalong' yang bertujuan untuk menangkap sisa-sisa aktivis G30S di daerah Jakarta.
Ketika di Italia dan paspornya dicabut, seharusnya tuduhan yang diterima adalah pelanggaran imigrasi.
Akan tetapi, tuduhan itu justru diarahkan pada ketidakhadiran Soesilo saat tahlilan untuk enam jenderal diadakan. Ia dituduh pengkhianat atas dasar itu.
Padahal, tidak ada undangan yang datang kepada Soesilo Toer.
Walaupun dengan kepulangannya pasti akan menimbulkan masalah, tetapi Soesilo Toer berkata bahwa rumputnya adalah Indonesia dan ia akan mati di Indonesia.
Menurut penuturannya, saat ini pekerjaannya hanya tidur. Dengan sesekali menulis, menjual buku, atau memberikan catatan penulisan pada buku baru. Hal-hal itu lah yang membantunya menghasilkan uang.
Terkadang, bahkan ada yang meminta donasi buku untuk perpustakaan baru kepadanya, ia pun menjawabnya dengan kelakar bahwa pekerjaan utamanya hanya tidur.
Tetapi lelaki itu menganggap hal ini sebagai pembayaran utang, setelah sebelumnya diberikan kesempatan untuk berkuliah dan mengeksplor dunia secara gratis.
"Bacalah karena menulis itu jauh lebih susah. Itu kata Socrates," ujar Soesilo kepada Wisnu.
Ia juga menambahkan bagaimana seorang pesimis sepertinya bisa menulis, "Pram itu menulis karena kebutuhan hidup, saya menulis karena terpaksa."
Ketika Pram membawanya ke Jakarta untuk disekolahkan, ia hanya dibekali Rp10 selama sebulan untuk biaya hidup dan keperluan sekolahnya di Sekolah Taman Siswa Jakarta.
Jadi menurutnya, keterpaksaanlah yang membuatnya harus bisa menulis dan mendapatkan uang lebih sejak usia 13 tahun. Hal itu pun berlanjut ke keterpaksaan-keterpaksaan lainnya.
Simak kisah lengkap dari perjalanan hidup Soesilo Toer dalam siniar Beginu yang bertajuk 'Pola Pikir Pesimisme dan Tidur Terus' dengan mengakses tautan berikut https://dik.si/beginu_susilo.
Penulis: Nika Halida Hashina & Fandhi Gautama
Penulis : Dedik Priyanto Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV