Wakil Ketua DPR Desak Mendag Stabilkan Harga Kedelai
Politik | 21 Februari 2022, 07:41 WIBJAKARTA, KOMPAS TV - Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel mendesak Menteri Perdagangan M Lutfi untuk mengeluarkan kebijakan terkait harga kedelai yang kini situasinya melambung tinggi.
Menurut dia, dengan adanya kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah akan bisa meringankan masyarakat dalam menghadapi masalah harga kedelai yang kian meroket.
Diketahui, pada 2020, harga kacang kedelai dalam negeri di tingkat konsumen masih sekitar Rp8.500 per kg, namun pada 2021 naik menjadi Rp9.500 hingga Rp10 ribu per kg. Kini harganya sudah berada di atas Rp11 ribu per kg.
Baca Juga: Produsen Tempe Tahu Mogok Produksi Mulai Hari Ini, Apa Tuntutannya?
"Tugas Kementerian Perdagangan memang seperti itu. Tak bisa membiarkan masyarakat bertarung sendiri,” kata Gobel seperti dikutip dari laman dpr.go.id, Senin (21/2/2022).
Politikus Partai Nasdem itu mengatakan, akibatnya kini jumlah pengrajin tahu dan tempe terus berkurang, khususnya mereka yang tergolong kelas menengah ke bawah. Padahal pemerintah sudah tidak mengenakan bea masuk terhadap komoditas kacang kedelai.
Ia menyebut, tahu dan tempe merupakan makanan rakyat dan digemari seluruh lapisan masyarakat. Selain itu, usaha tahu dan tempe juga merupakan sektor yang bisa digeluti masyarakat bawah dengan mudah. Karena itu kenaikan harga kacang kedelai ini bisa mengganggu lapangan kerja dan lapangan usaha.
“Di tengah kondisi pandemi Covid-19 ini, semua pihak khususnya pemerintah, untuk bekerja lebih sungguh-sungguh agar kemiskinan tak terus naik,” ujarnya.
Baca Juga: Mogok Kerja, Perajin Tempe Tahu di Johar Baru Hentikan Produksi
Masalah kacang kedelai, kata dia, harus dicarikan solusi yang lebih permanen. Sebab itu membutuhkan kerja sama semua pihak khususnya Kemendag dan Kementerian Pertanian.
“Saat ini, sekitar 80 persen kebutuhan kacang kedelai berasal dari impor. Karena itu, Kementerian Perdagangan harus bisa mengatur stok agar tak mudah diterjang fluktuasi harga internasional maupun oleh situasi perdagangan internasional,” katanya.
Ia menambahkan, Kemendag harus bisa mengatur stabilitas harga di dalam negeri. Di sisi lain, walaupun tanaman itu merupakan tanaman subtropis, namun tumbuhan itu masih bisa berkembang dengan baik di Indonesia.
“Jadi harus ada koordinasi agar kran impor diatur dengan kemampuan Kementerian Pertanian dalam menyediakan kacang kedelai dari petani. Jangan sampai pasar kebanjiran produk impor yang kemudian bikin kapok petani menanam kedelai,” katanya.
Selain itu, ia menekankan agar Kementerian Pertanian bekerja keras dan memiliki program yang sistematis agar Indonesia bisa berswasembada kacang kedelai.
“Manfaatkan teknologi dan kuatkan riset. Indonesia juga sudah menjadi eksportir edamame. Hal itu membuktikan bahwa tanah Indonesia bisa untuk tanaman kedelai. Ingat, produk olahan kedelai telah menjadi makanan nasional seperti tahu, tempe, bahkan kecap,” kata dia.
Baca Juga: Penjual Terpaksa Perkecil Ukuran Tahu Tempe Karena Harga Kedelai Tak Kunjung Turun
Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo) Aip Syaifuddin, mengungkapkan rencana mogok sebagai respons mahalnya harga kedelai.
"Rencananya 21, 22, 23 Februari (aksi mogok dilakukan), kalau pemerintah tidak mengabulkan tuntutan kami," kata Aip, Minggu (20/2/2022), seperti dikutip Kompas.com.
Ia menyampaikan, awalnya hanya perajin di Jabodetabek dan Jawa Barat yang akan melakukan aksi mogok ini. Tapi, secara sukarela perajin di Banten, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur menyatakan niatan tersebut.
Baca Juga: Dampak Harga Kedelai Naik, Pengusaha Tempe di Kota Padang Terpaksa Kurangi Jumlah Produksi
Oleh sebab itu, produsen menuntut pemerintah untuk menstabilkan harga kedelai di pasaran. Jika tuntutan ini terpenuhi, produksi tahu dan tempe akan dilanjutkan lagi.
Aip memastikan, aksi mogok tidak akan diikuti dengan aksi demonstrasi. Perajin hanya melakukan mogok produksi, dan tidak ada aksi turun ke jalan. "Enggak mengganggu lalu lintas, enggak ada kerumunan," ujarnya.
Penulis : Fadel Prayoga Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV