> >

Polemik Kekosongan Kepala Daerah, Ombudsman Sebut Pemerintah Tidak Punya Sistem Terencana

Politik | 17 Februari 2022, 14:38 WIB
Rapat Koordinasi Nasional I dan Seminar Nasional  Asosiasi DPRD Kota se-Indonesia (ADEKSI) bertajuk DPRD Bermitra dengan Kepala Daerah Sementara: Menakar Efektivitas Kinerja Pemerintahan 2022-2024, sebagai Dampak Pilkada Serentak di Yogyakarta, Senin sampai Rabu (14-16/2/2022). (Sumber: istimewa)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng menilai pemerintahan tidak punya sistem terencana dalam mempersiapkan orang.

Ia melihat belum ada persiapan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk menentukan orang yang berpotensi menjadi pengganti sebagian kepala daerah yang masa jabatanya berakhir pada 2022.

Merujuk pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 yang telah disempurnakan menjadi UU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota untuk mengisi kekosongan kepala daerah diangkat penjabat bupati atau wali kota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama sampai dengan pelantikan bupati dan wali kota.

“Seharusnya satu tahun sebelumnya Kemendagri sudah mempersiapkan orang-orang yang berpotensi menjadi pengganti, sehingga tidak mendadak satu sampai dua minggu sebelum persiapan penggantian,” ujarnya dalam Rapat Koordinasi Nasional I dan Seminar Nasional  Asosiasi DPRD Kota se-Indonesia (ADEKSI) bertajuk DPRD Bermitra dengan Kepala Daerah Sementara: Menakar Efektivitas Kinerja Pemerintahan 2022-2024, sebagai Dampak Pilkada Serentak di Yogyakarta, Senin (14/2/2022).

Baca Juga: Wacana Perwira TNI-Polri Aktif Akan Isi Kekosongan Kepala Daerah Mencuat Jelang Pilkada Serentak 202

Menurut Jaweng manajemen talenta bisa mengurangi kecurigaan publik tentang orang yang punya kepentingan politik, bahkan ada daerah yang kabarnya diisi TNI dan Polri. Artinya, jika Kemendagri melatih manajemen talenta dengan mempersiapkan orang, maka bisa mengurangi resistensi politik.

Ia berpendapat melihat kewenangan penjabat bupati atau wali kota  yang sangat krusial, seharusnya tata aturan penjabat diatur dalam tingkat UU bukan hanya Peraturan Menteri Dalam Negeri.

“ADEKSI bisa berkontribusi di sini dengan memberi masukan untuk pemerintah,” ucapnya.

Sementara, Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik menjelaskan pemilu serentak pada 2024 bertujuan untuk mengakomodasi secara penuh kebutuhan daerah mengingat selama ini ada disparitas waktu dalam pekerjaan pemerintah pusat dan daerah.

“Padahal sistem presidensial harus ada garis tegas antara pusat dan daerah,” tuturnya.

Pemilu serentak secara otomatis berdampak pada kekosongan pemerintahan daerah. Ia menilai penjabat kepala daerah diperlukan supaya pelayanan publik terus berjalan.

Baca Juga: Besok Airlangga Kumpulkan Seluruh Kepala Daerah Luar Pulau Jawa dan Bali, Ada Apa?

Ia tidak menampik sempat beredar wacana di publik mengenai TNI dan Polri menjadi penjabat kepala daerah. Padahal, aturan sebenarnya sudah jelas tercantum dalam pasal 201, yang menyebutkan siapa saja yang termasuk kategori pejabat madya. Artinya, . Artinya, jabatan termasuk dalam ASN atau pejabat sipil.

Dalam hal ini, Kemendagri menyiapkan catatan dan informasi daerah yang akan dipimpin oleh penjabat kepala daerah dan menyerahkan catatan itu ke menteri dalam negeri dan presiden sebagai pemegang kewenangan.

Ia meminta DPRD jangan merasa ditinggalkan dengan kebijakan ini. Ia mendorong DPRD tetap menyiapkan perda penjabat daerah dan distribusinya menindaklanjuti UU Cipta Kerja.

Penulis : Switzy Sabandar Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU