> >

Hidayat Nur Wahid: Hakim MK Harus Bebas dari Tekanan Politik saat Mengadili Gugatan UU IKN

Politik | 10 Februari 2022, 19:27 WIB
Wakil Ketua Majelis Syura PKS, Hidayat Nur Wahid (HNW) saat di DPR, Jakarta, Jumat (20/12/2019) (Sumber: KOMPAS.com/TSARINA MAHARANI).

JAKARTA, KOMPAS TV - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid berharap Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) bisa terbebas dari tekanan politik saat menangani perkara gugatan Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN). 

Politikus PKS itu mengatakan, salah satu syarat untuk menjadi hakim MK adalah negarawan.

Oleh sebab itu, ia berharap sembilan hakim MK dapat memaksimalkan sifat kenegarawanan tersebut. 

"Sehingga hakim MK terbebas dari kepentingan ataupun pressure politik, dan betul-betul mengadili perkara tersebut secara objektif,” ujarnya kepada Kompas TV, Kamis(10/2/2021).

Baca Juga: Puan Ingatkan Pemerintah: Masyarakat Harus Dilibatkan Saat Buat Regulasi Turunan UU IKN

Ia mengimbau agar MK bisa mempertimbangkan pengalaman dari kasus yang sama di negara lain, seperti MK Korea Selatan yang secara berani pernah membatalkan rencana perpindahan ibukota pada 2004. 

Beberapa pertimbangan MK Korea Selatan, di antaranya adalah berkaitan dengan hak referendum dan hak pembayar pajak.

“Aturan konstitusi di Indonesia dan Korea Selatan memang berbeda. Namun, ada hal yang harusnya jadi pegangan universal, bahwa masing-masing hak konstitusional rakyat dalam negara demokrasi harus dijaga dan dihormati dengan baik oleh MK," katanya. 

Selain itu, lanjut Hidayat, antusiasme warga dan tokoh masyarakat menginisiasi dan menandatangani petisi, serta keberanian sejumlah tokoh bangsa mengajukan gugatan ke MK amat menggambarkan sikap konstitusional banyak warga yang tidak menyetujui pemindahan ibu kota dan UU IKN.

Baca Juga: UU IKN Digugat ke Mahkamah Konstitusi, Faldo Maldini: Kita Bisa Promosi Gratis Ibu Kota Negara Baru

“Padahal seharusnya, sebagaimana juga materi petisi dan pengajuan judicial review ke MK, pemerintah memberlakukan asas prioritas, dan fokus untuk keselamatan warga dan negara dari pandemi Covid-19," tuturnya.

"Bukan justru malah membuat proyek baru yang tidak urgent, yang ternyata tidak sebagaimana disampaikan di muka, proyek IKN itu akan membebani APBN juga, padahal lebih bagus kalau anggaran tersebut bila ada, digunakan untuk selamatkan Rakyat dan Negara untuk recovery dari Covid-19 dan dampak-dampaknya,” katanya, menambahkan.

Tak hanya itu, Majelis Hakim MK pun dapat melihat secara objektif dari berbagai permasalahan terkait pembuatan UU IKN.

Termasuk tidak konsistennya pemerintah soal APBN untuk anggaran pambangunan IKN, yang sampai hari ini pun belum ada kejelasan dan kepastiannya, malah anggarannya belum tercantum dalam APBN Tahun 2022. 

“Karena proses  pembuatan UU IKN ini bahkan lebih cepat dari UU Cipta Kerja yang sebelumnya telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK,” ujarnya. 

Baca Juga: Dari Anggaran hingga Pembangunan, Ada 66 Tokoh Gugat UU IKN dan Sebut IKN Proyek Kilat yang Gegabah!

Pemerintah dan DPR diharapkan bisa memperhatikan hal tersebut saat membuat UU baik dari sisi formil, materiil maupun substansiil. 

Apalagi bila UU itu menghadirkan kebijakan yang berdampak kepada seluruh warga bangsa dan negara.

Baik untuk masa sekarang maupun untuk anak cucu di masa yang akan datang, seperti soal UU IKN ini. 

"Maka semoga Presiden segera menandatangani UU IKN, agar segera diundangkan, agar MK segera dapat memutuskan soal UU IKN, demi kemaslahatan terbesar bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia,” katanya.

Penulis : Fadel Prayoga Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU