Kontroversi Haji dan Umrah Metaverse Kakbah, Begini Hukumnya
Agama | 8 Februari 2022, 13:50 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Ustaz Alhafiz Kurniawan dari Lembaga Bahtsul Masail PBNU memberikan komentar terkait haji atau umrah di Metaverse yang saat ini sedang ramai diperbincangkan dalam dunia Islam.
Hal ini setelah Arab Saudi membawa Kakbah ke Metaverse pada akhir tahun 2021 lalu dan mulai beramai-ramai dikunjungi umat Islam seluruh dunia secara virtual.
Metaverse ini disebut "Inisiatif Batu Hitam Virtual" di mana pengguna dapat melihat Hajar Aswad secara virtual. Termasuk berjalan-jalan di area Masjidi Haram dan tentu saja di sekitaran Kakbah, pusat ibadah umat Islam yang sebenarnya mendekat secara langsung begitu susah, apalagi saat pandemi.
Metaverse kakbah bahkan menjadi kontroversi karena dianggap bisa menjadi pengganti ibadah haji atau umrah yang sejatinya dilakukan secara langsung di Mekah, atapun penganti ibadah tawaf yang dilakukan dengan mengelilingi Kakbah.
Menurut Alhafiz, secara hukum Islam, haji dan umrah dilakukan secara virtual atau dilakukan di metaverse tersebut hukumnya tidak sah.
“Tidak sah haji atau umrah dilakukan secara virtual. Tapi boleh dilakukan untuk li hurmati waqtil hajj sambil nunggu waktu pemberangkatan secara luring,” papar Alhafiz kepada KOMPAS TV, Selasa (8/2).
Pria yang juga dosen Agama Islam di Universitas Indonesia (UI) Depok itu lantas menjelaskan, bahwa haji adalah ibadah daring. Dalam artian, tidak sah jika dilakukan secara virtual.
Tapi boleh dilakukan untuk li hurmati waqtil hajj, kata dia, sambil nunggu waktu pemberangkatan secara luring yang dilakukan oleh Badan Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH) atau Kemenag.
“Haji dilakukan Metaverse kajian menarik sebenarnya. Tapi sementara ini belum ada pembahasan mendalam di lingkungan ulama di Indonesia. Hanya saja, kita dapat menggunakan teori ibadah di pesawat terbang yang dinyatakan tidak sah setidaknya oleh mayoritas ulama mazhab syafi'i karena mengharuskan sujud persis di bumi,” tambahnya.
Adapun shalat di pesawat terbang bagi mazhab ini tentu boleh saja li hurmatil waqti (menghargai panggilan waktu ibadah) tetapi tetap wajib mengulang shalatnya ketika landing.
Demikian juga, kata dia, ibadah haji di metaverse.
“Saya kira sangat boleh untuk tidak mengatakan dianjurkan pada waktu-waktu haji li hurmati waqtil hajj. Tetapi nanti diulang sesuai dengan porsi haji yg didaftarkan di BPIH/kemenag,” katanya.
Baca Juga: Ramai-ramai Kunjungi Metaverse Ka'bah, Turki: Bukan Haji yang Sah
Ibadah Haji di Metaverse adalah Baru, Tunggu Keputusan Para Ulama
Alhafiz juga menekankan, karena ibadah haji metaverse ini baru, ia meminta untuk menunggu lagi pembahasan dari para ulama, baik itu di dunia maupun dari Islam sendiri.
“Saya kira demikian jawaban sementara sambil menunggu pembahasan lebih dalam dari para ulama di Indonesia, karena hal ini benar-benar baru,” tambahnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, ibadah haji secara metaverse ramai diperbincangkan oleh umat Islam, khususnya di Timur tengah dan mereka yang getol dengan teknologi.
Proyek ini direalisasikan oleh Badan Urusan Pameran dan Museum Arab Saudi, bekerja sama dengan Universitas Umm al-Qura.
Proyek ini diperkenalkan dalam sebuah upacara pada 14 Desember 2021, dengan kehadiran Abdul-Rahman al-Sudais, presiden umum Haramain.
Namun, nyatanya metaverse Kakbah itu menimbulkan perbedaan pendapat di antara umat Muslim di seluruh dunia.
Tak sedikit yang mempertanyakan di media sosial apakah mengunjungi Kakbah di metaverse dapat dianggap sebagai ibadah haji.
Penulis : Dedik Priyanto Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV