> >

Alasan PKS Tolak RUU Ibu Kota Baru, Tidak Ada dalam RPJPN hingga Persetujuan Masyarakat Adat

Update | 18 Januari 2022, 10:13 WIB
Desain Istana Negara atau Istana Garuda yang bakal menjadi bagian dari kawasan Ibu Kota Negara (IKN) Baru, karya seniman I Nyoman Nuarta. (Sumber: I Nyoman Nuarta via KOMPAS.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR menilai rencana pemindahan ibu kota negara mulai tahun 2024 tidak terdapat dalam rencana pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) 2005-2025.

Dengan alasan itu Fraksi PKS menolak Rancangan Undang-undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) dibawa dalam pengambilan keputusan tingkat II di rapat paripurna.

Alasan penolakan itu disampaikan oleh anggota Panitia Khusus (Pansus) RUU IKN DPR dari Fraksi PKS Suryadi Jaya Purnama dalam rapat Pansus IKN, Selasa (18/1/2022) dini hari.

"Yang ditetapkan dalam UU Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025. Hal ini dapat memberikan indikasi bahwa pemerintah tidak mengacu pada rencangan pembangunan jangka panjang yang telah ditetapkan sampai 2025," ujarnya.

Dia juga menjelaskan bahwa masih banyak substansi dan pandangan fraksi PKS yang belum terakomodasi dalam RUU tersebut.

"Maka Fraksi PKS DPR RI, dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim menyatakan menolak Rancangan Undang-undang tentang Ibu Kota Negara untuk dilanjutkan ke tahap berikutnya," kata Suryadi, Selasa.

Tidak terdapatnya rencana pemindahan ibu kota negara dalam rencana pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) 2005-2025 tersebut, menurut Fraksi PKS, dapat menyebabkan pencapaian tujuan yang tidak terarah dan tidak terkontrol sesuai UU RPJPN 2005-2025.

Baca Juga: Menteri PPN: Ibu Kota Negara akan Dipindahkan Bertahap, Tidak Seperti Lampu Aladdin

Dia juga menyebut, beberapa materi muatan di RUU IKN mengandung permasalahan konstitusionalitas.

Fraksi PKS menilai konsep IKN yang dirancang sebagai daerah khusus tidak sejalan dengan konsep NKRI, sebab tanpa adanya penjelasan yang lebih lanjut di dalam RUU IKN.

"Konsep daerah khusus tanpa penjelasan yang lebih rinci di dalam RUU IKN ini memungkinkan penyelenggaraan pemerintah daerah IKN dikelola oleh otorita IKN di mana pengisian jabatan kepala otorita IKN dilakukan melalui penunjukan langsung oleh presiden," ucap Suryadi.

PKS juga mengaku khawatir pemindahan ibu kota negara dari DKI Jakarta ke daerah lainnya memutuskan ikatan kolektif bangsa dari rantai sejarah perjuangan bangsa.

Sebab, keberadaan IKN tidak lepas dari sejarah perjalanan bangsa. Sementara, Jakarta, menurut Fraksi PKS, memiliki sejarah perjuangan bangsa.

Dia menambahkan, pihaknya tak sependapat dengan dimungkinkannya IKN baru tidak memiliki kelembagaan keterwakilan masyarakat melalui DPRD.

Sebab, penyelenggaraan pemerintah daerah seharusnya memiliki DPRD. Tanpa adanya kelembagaan DPRD, Fraksi PKS berpendapat hal itu akan bertentangan dengan ketentuan Pasal 18 ayat 3 UUD 1945.

"Tapi juga akan melahirkan otoritarianisme di Ibu Kota Negara," kata dia.

Hal lain yang menjadi alasan penolakan adalah konsep masyarakat adat dalam RUU IKN juga belum dijelaskan secara detail.

Fraksi PKS menyoroti adanya masyarakat adat yang terikat oleh wilayah adat, seperti di Kalimantan Timur.

Dia meminta pemerintah mengajak seluruh lembaga masyarakat adat yang masih eksisting untuk dimintai persetujuan atas pendirian ibu kota negara.

Hal itu sebagai wujud dari amanah konstitusi pada pasal 18 B ayat 2 UUD 1945, yaitu negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI.

Pemindahan IKN juga dinilai akan menimbulkan perubahan lingkungan dan kawasan hutan yang mengancam kehidupan hewan dan tumbuhan.

Wilayah IKN disebut Fraksi PKS memiliki keanekaragaman hayati yang sangat beragam.

Secara umum, kata dia, dalam RUU IKN tidak terdapat pasal yang secara spesifik memberikan gambaran yang rasional, utuh dan saintifik terkait konsep pembangunan IKN yang berwawasan lingkungan.

Baca Juga: Puan Akan Sahkan RUU TPKS dan Ibu Kota Negara pada Rapat Paripurna Hari Ini

Masalah pendanaan juga menjadi salah satu alasan penolakan oleh Fraksi PKS.

"Artinya bahwa tidak boleh ada konsekuensi penambahan utang atas adanya proyek IKN ini.”

Kata dia, penggunaan dana APBN sebagai salah satu sumber pendanaan proyek IKN pada masa pandemi harus menjadi catatan khusus yang harus diperhatikan masyarakat Indonesia.

Sebab, dapat dikatakan bahwa kondisi APBN saat ini sedang tidak dalam keadaan sehat.

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas.com


TERBARU