ICW: Pemberantasan Korupsi Kian Mendekati Titik Nadir
Hukum | 9 Desember 2021, 08:32 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan bahwa pemberantasan korupsi kian mendekati titik nadir.
Demikian Peneliti ICW Kurnia Ramadhana merespons peringatan Hari Antikorupsi Dunia pada Kamis (9/12/2021).
“Fenomena state capture, dimana cabang-cabang kekuasaan negara semakin terintegrasi dengan kekuatan oligarki untuk menguasai sumber daya publik dengan cara-cara korup dan kemampuan untuk meruntuhkan sistem penegakan hukum terjadi di berbagai bidang,” kata Kurnia.
Demikian halnya, penanganan pandemi Covid-19 justru dimanfaatkan sejumlah elite politik yang berkelindan dengan pelaku bisnis untuk meraup keuntungan di tengah kemerosotan ekonomi dan peningkatan masalah sosial.
“Apa yang telah dijanjikan oleh Pemerintah untuk memperkuat pemberantasan korupsi tidak terwujud. Sebaliknya, masyarakat terus menjadi korban atas kejahatan korupsi,” ucap Kurnia.
Baca Juga: Presiden Jokowi Dapat Oleh-Oleh 3 Ton Jeruk dari Petani, KPK Ingatkan soal Gratifikasi
Dalam sejumlah survei terbaru yang telah dirilis berbagai lembaga, menggambarkan situasi pemberantasan korupsi di Indonesia semakin mengkhawatirkan.
Misalnya, Indeks Perilaku Antikorupsi 2021 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik.
“Temuannya menunjukkan adanya peningkatan praktik suap-menyuap yang dilakukan masyarakat saat mengakses pelayanan publik. Hal itu pun diperkuat oleh survei Litbang Kompas yang dirilis beberapa waktu lalu,” jelas Kurnia.
“Setidaknya hampir setengah dari total responden mengatakan perilaku korupsi semakin parah di tengah masyarakat,” tambah Kurnia.
Sedangkan dari sisi negara, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia juga anjlok, baik skor maupun peringkatnya dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Bahkan, lembaga survei Indikator memberikan peringatan serius atas fenomena menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca Juga: ICW: Jokowi Gagal Jadi Panglima Besar dalam Agenda Pemberantasan Korupsi
“Temuan-temuan di atas sebenarnya bukan hal mengejutkan lagi. Sebab, satu tahun terakhir masyarakat dapat secara jelas melihat agenda pemberantasan korupsi semakin dikesampingkan oleh negara,” ucap Kurnia.
Bagaimana tidak, kata Kurnia dari aspek penegakan hukum saja, kebijakan atau keputusan yang diambil justru semakin tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi yang sungguh-sungguh.
“Misalnya putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak pengujian materi UU KPK, penghapusan syarat memperketat remisi bagi pelaku korupsi oleh Mahkamah Agung, hingga vonis ringan atas kasus korupsi yang melibatkan pejabat politik,” ujarnya.
Selain itu, agenda penguatan KPK sebagaimana disampaikan oleh Presiden jauh panggang dari api.
Kebijakan politik revisi UU KPK, terpilihnya komisioner KPK bermasalah, pemecatan puluhan pegawai lembaga antirasuah secara ugal-ugalan melalui Tes Wawasan Kebangsaan mencerminkan bukti pelemahan antikorupsi, alih-alih penguatan.
“Celakanya, Presiden tidak mengambil tindakan berarti, meskipun rekomendasi lembaga negara seperti Ombudsman dan Komnas HAM menemukan praktik pelanggaran serius atas TWK KPK,” kata Kurnia.
Baca Juga: Besok Dilantik Jadi ASN Polri, Eks Pegawai KPK: Kami Kembali Penuhi Panggilan Memberantas Korupsi
“Bisa dikatakan, Presiden gagal menjadi panglima besar dalam agenda pemberantasan korupsi,” tambah Kurnia.
Tak hanya itu, Kurnia menambahkan, meredupnya kebijakan politik untuk memperkuat agenda pemberantasan korupsi dapat dipotret dari politik legislasi nasional.
“Sejumlah regulasi penting seperti Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset, Rancangan Undang-Undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal, dan Revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak pernah dimasukkan dalam program legislasi nasional prioritas,” ujar Kurnia.
Pada akhirnya, merosotnya upaya pemberantasan korupsi berimbas pada semakin buruknya pengelolaan etika pejabat publik.
Praktik rangkap jabatan publik, menyatunya kepentingan politik dan bisnis, seperti konflik kepentingan pejabat dalam bisnis PCR dan obat-obatan dalam penanganan pandemi COVID-19 menjadi bukti konkret melemahnya tata kelola pemerintahan.
Baca Juga: 44 Eks Pegawai KPK Dilantik Jadi ASN Polri Besok, Tepat di Hari Antikorupsi Sedunia
Atas dasar itu, ICW berpendapat momentum Hari Antikorupsi Dunia patut kita rayakan dengan kesedihan.
Pada saat yang sama, sambungnya, masyarakat perlu menyadari bahwa menyandarkan harapan tinggi pada negara untuk memberantas korupsi akan jatuh pada mimpi belaka.
“Karena korupsi selalu mengorbankan kita sebagai warga masyarakat, momentum Hari Antikorupsi Dunia ini dapat menjadi titik balik perlawanan masyarakat terhadap korupsi,” ucapnya.
“Mari perkuat suara kita, mari kita perkuat peran kita untuk melawan korupsi,” tambahnya.
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Fadhilah
Sumber : Kompas TV