> >

Pakar Sebut Potensi Lonjakan Kasus Covid-19 Besar, Tapi Tak Sebanyak Gelombang Pertama

Update corona | 17 November 2021, 21:21 WIB
Ilustrasi penerapan Protokol Kesehatan untuk mencegah gelombang ketiga Covid-19. (Sumber: TMC Polda Metro Jaya)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) Tri Yunis Miko Wahyono memperkirakan potensi lonjakan kasus Covid-19 gelombang ketiga besar.

Akan tetapi, Tri memprediksi jumlah kasus puncak gelombang ketiga ini tidak akan lebih besar dari gelombang pertama.

"Gelombang pertama itu 18 ribu pada bulan Januari 2021, apalagi gelombang kedua jumlah kasusnya sampai 54 ribu. (Potensi gelombang ketiga) akan kurang dari 5.000 kasus," kata Tri pada Rabu (17/11/2021), dikutip dari ANTARA.

Baca Juga: Nataru Belum Tiba, Sudah Ada Sinyal Kenaikan Covid-19 di Jawa-Bali Di Tengah Pelonggaran

Menurut Tri, gelombang ketiga Covid-19 berpotensi terjadi akibat masyarakat mulai melupakan protokol kesehatan.

Ia pun menyoroti anggapan bahwa potensi penularan Covid-19 berkurang setelah kasusnya melandai.

"Nah ini yang harus hati-hati, berkerumun. Mobilitas, boleh ke mana-mana asal tidak berkerumun," ujar Tri.

Hal ini tak bisa dilepaskan dari relaksasi PPKM yang terkesan terburu-buru, sehingga membuat mobilitas masyarakat meningkat signifikan. 

Tri juga menyebut, masyarakat perlu mewaspadai subvarian Delta AY.4.2. yang sudah terdeteksi di Singapura dan Malaysia.

Ia mengingatkan bahwa pandemi Covid-19 masih berlangsung. Ia menambahkan, ketidakpatuhan prokes dan mobilitas tinggi saat Natal dan Tahun Baru dapat menyebabkan kenaikan kasus.

Baca Juga: Pemerintah Indonesia Kembali Terima 1,2 Juta Dosis Vaksin AstraZeneca dari Australia

"Lalu surveillance kita kurang baik atau kurang bisa menangkap kasus yang sesungguhnya. Jadi kasus yang sesungguhnya mungkin dilaporkan dua hari lalu. Sebenarnya (angka) lebih dari itu karena semua kabupaten/kota mau level satu," kata Tri.

Untuk mencegah terjadinya gelombang ketiga atau lonjakan kasus, Tri menyarankan perbaikan surveillance dan kehati-hatian pembuatan aturan agar masyarakat taat prokes.

"Kultur kita cepat melupakan. Orang sudah lupa saat itu mendengar kematian akibat COVID-19, orang Indonesia cepat melupakan itu. Lalu memakai masker di kalangan tukang, di pasar baik penjual maupun pembeli, sudah kurang," katanya.

Di sisi lain, ia mengimbau masyarakat agar tak meremehkan virus Corona, meski sudah mendapatkan dua dosis vaksin Covid-19.

"Itu terbukti di negara-negara di Eropa meledak lagi (angka penularan) seperti di Inggris, Prancis, sekarang meningkat lagi," beber Tri.

Baca Juga: Pengamat Tidak Heran Terduga Teroris Bisa Masuk ke Lembaga Resmi Pemerintah, Ini Sebabnya

Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Antara


TERBARU