Terungkap Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah Terima Gratifikasi untuk Beli Speed Boat dan Jetski Anak
Hukum | 15 November 2021, 18:56 WIBMAKASSAR, KOMPAS.TV - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyebut gratifikasi yang diterima Gubernur Sulawesi Selatan non-aktif, Nurdin Abdullah, digunakan untuk membeli dua mesin speed boat dan dua unit jetski.
Jaksa Penuntut Umum KPK, Zainal Abidin, mengatakan barang berharga tersebut kemudian dipakai oleh anak Nurdin Abdullah bernama M Fathul Fauzi Nurdin.
Baca Juga: Mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin Ditetapkan Tersangka Korupsi Dana Pembangunan Masjid Sriwijaya
Zainal menjelaskan, speed boat dibeli dari Muhammad Irham Samad seharga Rp797 juta. Sedangkan dan jetski dibeli dari Erik Horas Rp355 juta.
"Untuk keperluan pembelian mesin speed boat dan jetski, terdakwa melalui saksi M Fathul Fauzi Nurdin menggunakan sisa uang sejumlah Rp1,2 miliar untuk membeli 2 unit jetski kepada Muhammad Irham Samad seharga Rp797 juta dan membeli mesin speed boat kepada Erik Horas seharga Rp355 juta,” kata Zainal di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar pada Senin (15/11/2021).
Adapun sisanya senilai Rp48 juta, kata Zainal, kemudian dibawa dan disimpan oleh saksi M Fathul Fauzi Nurdin.
Zainal mengatakan, uang yang diguanakan untuk membeli speed boat dan jetski itu berasal dari kontraktor sekaligus pemilik PT Mega Bintang Utama dan PT Bumi Ambalat Nuwardi Bin Pakki alias H. Momo.
Baca Juga: Gubernur Nonaktif Sulsel Nurdin Abdullah Terima Gratifikasi, Petugas Taman dan Protokol Kebagian
Haji Momo disebut memberikan uang senilai Rp1 miliar pada 18 Desember 2020 dan dari Hj Andi Indar sebesar Rp1 miliar melalui Sari Pudjiastuti selaku Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Setda Provinsi Sulawesi Selatan.
Setelah uang terkumpul, Sari Pudjiastuti melaporkan kepada Nurdin. Lalu, ia menyuruh orang suruhannya yaitu Muhammad Salman Natsiur untuk mengambil uang Rp2 miliar itu pada 20 Desember 2020.
Nurdin lalu meminta Muhammad Salman Nasir dan kepala cabang Bank Mandiri cabang Panakkukang Muhammad Ardi untuk menukar uang baru sejumlah Rp800 juta.
"Hasil tukaran tersebut diserahkan kepada terdakwa sedangkan sisa Rp1,2 miliar diserahkan kepada M. Fathul Fauzi Nurdin untuk dibelikan mesin speed boat dan jetski sebagaimana tertuang dalam percakapan Whatsapp antara saksi Muhammad Ardi dan terdakwa," ucap jaksa.
Baca Juga: KPK: 334 Pelaku Usaha Terlibat Praktik Korupsi, Modusnya dari Gratifikasi hingga Suap
Namun, di persidangan Nurdin Abdullah menerangkan bahwa pembelian 2 unit jetski dan 2 unit mesin speedboat itu dibeli dengan menggunakan uang pribadinya yang dititipkan kepada Muhammad Ardi di Bank Mandiri.
"Atas keterangan terdakwa tersebut, penuntut umum berpendapat bahwa keterangan tersebut bertentangan dengan keterangan saksi Muhammad Ardi, Sari Pudjiastuti, Muhammad Salman Natsir," kata Jaksa.
"Serta bertentangan pula dengan barang bukti tangkapan layar whatsapp antara M.Ardi dan terdakwa Nurdin Abdullah yang isinya menyatakan adanya permintaan terdakwa ke M Ardi agar sisa uang yang diserahkan oleh M Salman Natsir yang berasal dari pemberian H Momo dan Hj Andir Indar diatur M Fathul Fauzi Nurdin."
Sehingga bantahan Nurdin Abdullah, menurut JPU KPK, harus ditolak dan tidak perlu dipertimbangkan.
Baca Juga: Viral Video Bupati Banyumas Minta KPK Panggil Dulu Kalau Mau OTT, Begini Klarifikasinya
Dalam perkara ini, Nurdin Abdullah dituntut 6 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan serta kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp3,187 miliar dan 350 ribu dolar Singapura subsider 1 tahun penjara.
Nurdin juga diminta untuk dicabut hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak selesai menjalani pidana pokoknya.
Nurdin dinilai terbukti menerima suap senilai 150 ribu dolar Singapura (sekitar Rp1,596 miliar) dan Rp2,5 miliar serta gratifikasi senilai Rp7,587 miliar dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,128 miliar) sehingga total seluruhnya adalah sekitar Rp13,812 miliar.
Baca Juga: KPK Respons Pernyataan Bupati Banyumas: Selama Pegang Teguh Integritas, Tidak Perlu Takut OTT
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Antara