Dulu Matikan Mic, Kini Abaikan Interupsi, Formappi: Sikap Puan Maharani Rugikan Diri Sendiri
Politik | 9 November 2021, 10:58 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua DPR RI Puan Maharani kembali menajdi sorotan dalam rapat paripurna penyetujuan Jenderal Andika Perkasa sebagai Panglima TNI kemarin, Senin (8/11/2021).
Pada penghujung rapat tersebut, politisi PDIP itu terlihat mengabaikan interupsi peserta rapat.
Dalam repat yang ditayangkan secara virtual itu terdengar seorang anggota DPR mengajukan interupsi.
"Interupsi ketua," kata anggota DPR itu tanpa menyebutkan nama.
Namun Puan seolah tak mendengar suara interupsi yang menjadi hak anggota DPR itu.
Suara minta interupsi terdengar lebih dari satu kali, namun suara Puan makin kencang dan makin cepat untuk segera mengakhiri sidang hingga palu ditangannya diketukan tiga kali tanda sidang berakhir.
Baca Juga: Puan Maharani Abaikan Interupsi, Pengamat: Bisa Dimaklumi Karena Momentum Interupsi Tak Tepat
Sebenarnya, sikap serupa juga pernah dipertontonkan Puan saat rapat paripurna pengesahan UU Cipta Kerja pada Oktober 2020 lalu.
Saat itu, Puan Maharani menjadi sorotan akibat aksinya yang diduga mematikan mikrofon (mic) saat politikus Partai Demokrat, Irwan atau Irwan Fecho, sedang interupsi.
Kala itu, dalam sebuah tayangan menampilkan Puan dan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin sempat berdiskusi singkat saat politikus Demokrat bicara:
"Menghilangkan hak-hak rakyat kecil. Kalau mau dihargai tolong ha.." Irwan belum sempat mengakhiri kalimatnya, Puan sudah mematikan mikrofon.
Mengomentari sikap mengabaikan interupsi itu, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyebut bahwa sikap Puan justru merugikan karena publik dapat menilai sikap tersebut sebagai otoriter.
"Ini memberikan pertunjukan langsung yang merugikan Puan sendiri. Dengan sikap cueknya, Puan dapat dianggap sulit mendengarkan orang lain dan otoriter," kata Lucius Karus yang dihubungi KOMPAS.TV, Senin (8/11/2021).
Menurut Lucius, aturan tata tertib DPR mengizinkan anggota dewan untuk menyampaikan interupsi pada saat rapat paripurna.
Oleh karena itu, sebenarnya tidak ada salahnya ketika anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahmi Alaydroes melakukan interupsi dalam sidang paripurna DPR tersebut.
Meski ternyata apa yang ingin disampaikan Fahmi, tidak terkait dengan agenda paripurna yang membahas pencalonan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, namun Lucius menyatakan, interupsi tersebut harus didengar terlebih dahulu.
Sebab, anggota DPR mempunyai hak untuk bersuara di dalam sidang.
"Meski tidak berhubungan dengan agenda sidang, tetapi dia harus didengarkan dulu," paparnya.
Baca Juga: TOP3NEWS: DPR Sahkan Andika Perkasa, Puan Maharani Tak Gubris Interupsi, Banjir 2 Meter Kebon Pala
Lagipula, lanjutnya, pada saat sidang tersebut keadaannya masih kondusif serta tidak ada hujan interupsi.
Sehingga seharusnya, menurut Lucius, Puan dapat mendengarkan suara interupsi Fahmi dengan jelas.
"Apa salahnya Ketua DPR memberikan sedikit ruang. Itu yang tidak masuk akal," tutur Lucius.
Sikap mengabakan interupsi, sambung Lucius, menunjukan bahwa Puan menganggap jabatan Ketua DPR, bukan sekadar memimpin sidang atau juru bicara lembaga, tetapi sebagai kekuasaan.
"Dia merasa ini, jabatan yang hirarkis sehingga punya kemampuan untuk melakukan apa saja," jelas Lucius.
Baca Juga: Puan Maharani Umumkan Jenderal Andika Perkasa Jadi Calon Panglima TNI
Penulis : Hedi Basri Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV