Komnas HAM: Pelaku Pencemaran Nama Baik Tidak Boleh Dipidana
Hukum | 29 Oktober 2021, 22:45 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) M Choirul Anam mengatakan, pelaku pencemaran nama baik tidak boleh dipidana oleh hukum yang berlaku.
Demikian disampaikan Anam ketika memberi paparan materi dalam kuliah umum hukum hak asasi manusia bertajuk 'Mekanisme Penyelidikan Kasus Pelanggaran HAM Berat'.
Baca Juga: Penyidik Polda Metro Sudah Buat Agenda Pemanggilan Luhut Terkait Laporan Pencemaran Nama Baik
Anam menjelaskan, mekanisme yang dapat ditempuh bagi pihak yang merasa nama baik atau reputasinya tercemar bisa menggugatnya lewat jalur perdata.
“Kalau ada orang yang tersinggung reputasinya, tercemar reputasinya, ya gugat saja di perdata. Itu mekanismenya,” kata Anam dalam pemaparannya yang disiarkan lewat kanal YouTube FHUB Official, Jumat (29/10/2021).
Akan tetapi, dia melanjutkan, di Indonesia pemerintah justru malah memfasilitasi penindakan pelaku pencemaran nama baik melalui jalur pidana menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khususnya pasal 27 ayat (3).
Baca Juga: Vicky Prasetyo Divonis 4 Bulan Penjara Atas Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Angel Lelga
Pasal tersebut memuat salah satu perbuatan dilarang, yakni dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Atas perbuatan tersebut, berdasarkan pasal 45 ayat (1) UU ITE, seseorang dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah.
Anam menuturkan, International Covenant On Civil And Political Rights (ICCPR) atau Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik memang mengatakan bahwa kebebasan berekspresi atau berpendapat bisa dibatasi. Pembatasan tersebut tertuang pada pasal 19 UU Nomor 12/2005.
Baca Juga: Datangi Komnas HAM, Keluarga Korban Kebakaran Lapas Tangerang Adukan 7 Temuan
Pasal 19 ayat (3) UU Nomor 12/2005 membahas mengenai pembatasan hak kebebasan berpendapat dengan tujuan untuk menghormati hak atau nama baik orang lain, serta melindungi keamanan nasional, ketertiban umum, kesehatan, atau moral masyarakat.
“Pembatasan kebebasan berekspresi ini dipraktikkan (oleh pemerintah) tetapi buruk sekali. Buktinya, banyak korban UU ITE,” tutur dia.
Ia berpandangan, di Indonesia, pasal pembatasan kebebasan berpendapat telah ditafsirkan secara berlebihan oleh para pembuat aturan.
Baca Juga: Komnas HAM Ingatkan Pemerintah Soal Pemulihan Status Korban Kebakaran Lapas Tangerang
Seharusnya, kata dia, yang menjadi substansi dari aturan adalah kebebasan berpendapat yang harus dikelola, diatur, dan dibatasi.
“Tapi, karena saking ketatnya pembatasan, yang terjadi bukan mendiskusikan kebebasan berpendapat, tapi mendiskusikan pembatasan itu, sehingga tidak ada makna kebebasan dalam konteks hak asasi manusia,” kata Anam.
Baca Juga: Harga Tidak Terjangkau, Komnas HAM Sebut Aturan Wajib PCR untuk Penumpang Pesawat Memberatkan
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Gading-Persada
Sumber : Antara