Polemik Nikah Siri Ditulis di Kartu Keluarga, Dosen Syariah UIN: Nikah Siri Bakal Tumbuh Subur
Agama | 11 Oktober 2021, 13:22 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Polemik tentang pernikahan siri dapat ditulis di Kartu Keluarga (KK) menimbulkan polemik di tengah masyarakat.
Hal ini dipicu keberadaan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Peningkatan Cakupan Kepemilkan Akta Kelahiran.
Namun menurut Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullh Jakarta, A. Tholabi Kharlie, meski secara substansial dapat menangkap spirit perlindungan terhadap hak-hak warga negara khususnya bagi anak yang lahir dari pasangan nikah siri melalui Permendagri No 9 Tahun 2016.
Namun, semangat untuk memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap hak warga negara ini justru berpotensi menabrak norma dan keberadaan lembaga lainnya. "Di sini letak krusialnya," ujar Tholabi di Jakata, Senin (11/10/2021).
Ketua Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) se-Indonesia ini menegaskan dampak dari penulisan status perkawinan dengan sebutan "nikah belum tercatat" atau "kawin belum tercatat" di Kartu Keluarga memberi dampak yang tidak sederhana.
"Meski Dukcapil menggarisbawahi bahwa penyebutan tersebut bukan dalam rangka melegitimasi pernikahan siri, namun dampaknya cukup besar," ingat Tholabi.
Salah satu dampak potensi yang muncul dari aturan tersebut adalah akan menumbusuburkan praktik nikah siri di tengah-tengah masyarakat.
Padahal, sambung Tholabi, prinsip dasar perkawinan adalah asas pencatatan sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) UU No 1 Tahun 1974 yakni tiap-tiap perkawinan dicatat menurut undang-undang. Pada poin ini, penulisan "kawin belum tercatat" dalam kartu keluarga pelaku nikah siri menjadi kontraproduktif.
Baca Juga: Benarkah Nikah Siri Diharamkan dalam Islam? Ini Penjelasan Lengkapnya
Hal lainnya, Tholabi juga berpendapat, ketentuan yang dirilis Kementerian Dalam Negeri justru merepotkan bagi mereka pelaku nikah siri saat melakukan pencatatan perkawinan melalui Kantor Urusan Agama (KUA).
"Karena dalam adminsitrasi yang dikenal adalah kawin, tidak kawin, cerai hidup dan cerai mati. Tidak ada nomenklatur nikah belum tercatat. Ini akan merepotkan pelaku nikah siri dan juga petugas KUA," sebut Tholabi.
Belum lagi aspek perlindungan terhadap perempuan. Sebab nomenklatur "nikah belum tercatat" justru akan berdampak ketidakpastian hukum terhadap perempuan. "Misalnya, saat suami melakukan tindakan kekerasan terhadap istri, potensial tidak bisa dijerat UU No 24 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) namun hanya bisa dijerat tindak pidana umum," ungkapnya.
Untuk menghindari polemik persoalan "nikah belum tercatat", Tholabi meminta agar pemerintah melakukan koordinasi antar kementerian/lembaga agar substansi yang dikehendaki dari keberadaan Permendagri No 9 Tahun 2016 dapat diwadahi dengan cara yang tepat.
Baca Juga: Ternyata Pasangan Nikah Siri Bisa Buat Kartu Keluarga, Begini Caranya
"Spirit baik yang terdapat dalam Permendagri No 9 Tahun 2016 ini mestinya dapat diharmonikan dengan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya, termasuk dengan lembaga dan stakeholders yang terkait dengan aturan ini. Jangan sampai spirit baik justru menabrak aturan lainnya dan menjadikan disharmoni antarlembaga," katanya.
Penulis : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV