NIK Resmi Gantikan NPWP, Menkumham: Tidak Semua Lantas Jadi Wajib Pajak
Indonesia update | 7 Oktober 2021, 17:44 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Nomor Induk Kependudukan (NIK) kini resmi menjadi pengganti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) setelah UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) disahkan oleh DPR, Kamis (7/10/2021).
Kendati demikian, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menyatakan, tidak semua warga negara Indonesia (WNI) akan dikenakan pajak penghasilan.
Yasonna menekankan, pemerintah tetap bakal memperhatikan pemenuhan syarat subjektif dan objektif untuk menetapkan warganya sebagai wajib pajak.
"Apabila orang pribadi mempunyai penghasilan setahun di atas PTKP (penghasilan tidak kena pajak) atau orang pribadi pengusaha mempunyai peredaran bruto di atas Rp 500 juta setahun," kata Yasonna dalam Sidang Paripurna, Kamis (7/10/2021).
Baca Juga: NIK akan Jadi NPWP, Pengamat: Menaruh Semua Telur dalam Satu Keranjang Risikonya Besar
Menurut Yasona, selain sebagai identitas diri pada Kartu Tanda Penduduk (KTP), NIK pastinya juga dapat digunakan untuk mempermudah urusan perpajakan.
"Dengan menggunakan NIK sebagai pengganti NPWP pribadi akan semakin memudahkan para Wajib Pajak dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XI DPR Dolfie OFP mengatakan, kebijakan menambah fungsi NIK sebagai NPWP hanya bertujuan untuk mempermudah pemantauan wajib pajak.
Tentu saja, lanjut Dolfie, keputusan tersebut diharapkan dapat membawa dampak positif untuk penerimaan pajak negara, khususnya klaster orang pribadi.
Baca Juga: NIK Jadi NPWP, Semua Orang Bakal Kena Pajak? Ini Alasan Sri Mulyani
Dolfie menerangkan, saat ini masih sedikit masyarakat yang secara sukarela mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, padahal keadaannya sudah memenuhi persyaratan.
Hal tersebut tentunya sangat bertolak belakang dengan kepemilikan KTP maupun NIK yang bersifat wajib bagi setiap WNI.
"Dengan terintegrasinya penggunaan NIK akan mempermudah memantau administrasi wajib pajak Indonesia, khususnya orang pribadi," kata Dolfie.
Di samping itu, pemerintah diketahui juga meningkatkan besaran penghasilan kena pajak (PKP) orang pribadi di lapis terbawah.
Dari yang semula Rp50 juta menjadi Rp60 juta dengan tarif pajak penghasilan (PPh) sebesar lima persen.
Selain itu, orang dengan penghasilan mencapai Rp5 miliar per tahun bakal dikenakan tarif PPh 35 persen dengan tambahan satu lapisan paling atas.
Untuk lebih lengkapnya, berikut daftar lapisan tarif terbaru PPh orang pribadi.
- Penghasilan sampai dengan Rp 60 juta kena tarif 5 persen.
- Penghasilan di atas Rp 60 juta - Rp 250 juta kena tarif 15 persen.
- Penghasilan di atas Rp 250 juta - Rp 500 juta kena tarif 25 persen.
- Penghasilan di atas Rp 500 juta - Rp 5 miliar kena tarif 30 persen.
- Penghasilan di atas Rp 5 miliar kena tarif 35 persen.
Penulis : Aryo Sumbogo Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV