Jenderal Besar Soedirman, Tokoh Perang Gerilya Berparu-paru Satu
Sosok | 5 Oktober 2021, 11:41 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Kelahiran Tentara Nasional Indonesia (TNI) setiap 5 Oktober, yang hari ini berusia 76 tahun, tidak mungkin dipisahkan dari sosok Jenderal Besar Soedirman, kelahiran Purbalingga, Jawa Tengah, 24 Januari 1916.
Lelaki yang berlatar belakang guru sekolah di Muhammadiyah ini, menjadi figur penting keberadaan TNI di tanah air.
Soedirman hadir ketika Indonesia berada dalam posisi genting. Perundingan dan diplomasi yang ditempuh para tokoh republik untuk kedaulatan tidak membuahkan hasil. Belanda kembali menguasai kota-kota penting di tanah air.
Puncaknya pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan agresi militer II. Para pemimpin politik seperti Soekarno dan Muhammad Hatta mengasingkan diri ke Yogyakarta. Jika Indonesia kembali jatuh ke tangan Belanda, pemerintahan darurat pun sudah disiapkan, termasuk di India bersama duta besar Sudarsono.
Ketika para pemimpin sedang rapat kabinet di dalam Gedung Agung, Soedirman yang baru saja keluar dari rumah sakit akibat operasi paru-paru, mendatangi keraton dan bertemu dengan Seokarno dan Hatta.
Peristiwa itu dituliskan oleh salah seorang pengawal Soedirman, Tjokropranolo dalam buku Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman: Pemimpin Pendobrak Terakhir Penjajahan di Indonesia.
Baca Juga: Wakil Ketua DPR Berharap Sebelum 9 November Sudah Ada Nama Panglima TNI yang Baru
Dalam catatan Tjokropranolo, yang pernah jadi Gubernur DKI Jakarta, disebutkan Presiden Sukarno, Sri Sultan Hamengku Buwana IX, para menteri dan tokoh penting menggelar rapat kabinet di Gedung Agung. mereka membahas langkah Indonesia dalam mempertahankan NKRI.
Kehadiran Soedirman mengagetkan peserta rapat yang hadir, termasuk dokter Asikin, salah seorang tim dokter yang mengoperasi paru-paru Soedirman akibat TBC. Kala itu, paru-paru Soedirman hanya berfungsi sebelah alias 50 persen saja.
TribuneJateng.com yang pernah mewawancarai salah seorang ajudan Soedirman, Abu Arifin menyebutkan, istri Soedirman Siti Alfiah dan dokter pribadi Mayor Suwondo menahan tubuh ringkih Soedirman yang sempoyongan karena memaksa berdiri.
"Panglima marah saat mengetahui pasukan Belanda menyerang kota. Belanda telah berkhianat," kata Ajudan II Jenderal Soedirman ini, saat ditemui di kediamannya, Padamara Purbalingga, Jumat 6 Oktober 2017 yang saat itu berusia 97 tahun.
Namun menurut Abu Arifin, Soedirman tak menggrubis nasihat dokter yang memintanya tenang agar kesehatannya terjaga.
Soedirman mengajak para pemimpin melakukan gerilya. Namun ditolak oleh Soekarno dan Hatta yang masih percaya jalur diplomasi.
Soedirman pun memutuskan keluar dari Yogyakarta dan bergerilya bersama pasukannya meski dalam kondisi sakit parah, tepatnya pada 22 Desember 1948.
Padahal Soekarno memintanya untuk beristirahat. Namun Soedirman menolak, dengan sebuah pernyataan yang kemudian terkenal, "Yang sakit itu Soedirman, panglima besar tidak pernah sakit,” itulah potongan kalimat Soedirman menanggapi saran Bung Karno.
Baca Juga: 5 Peristiwa Penting pada 27 Juni: Diangkatnya Jenderal Soedirman jadi Panglima TNI
Semenjak itu, jalan gerilya ditempuh Soedirman selama 7 bulan sambil diangkut di atas tandu. Kisah perang gerilya ini yang paling heroik dalam perjalanan Soedirman dan pasukannya. Foto-foto pertempuran Indonesia di masa lalu senantiasa menampilkan gambaran ini. Begitu juga dengan sejumlah film, seperti "Janur Kuning" karya sutradara Alam Rengga Surawidjaja atau "Jenderal Soedirman" karya Viva Westi.
Kisah gerilya Soedirman dan pasukannya, kurang lebih sejauh 100 kilometer, itu tidak sia-sia. Berbagai serangan berhasil dilancarkan. Dan puncaknya adalah Serangan Umum 1 Maret 1949, yang berhasil merebut kembali Yogyakarta dari tangan Belanda. Keberhasilan serangan umum ini, menjadi pertanda kepada dunia bahwa Indonesia masih ada.
Dan ketika Belanda menarik diri pada Juli 1949, Soedirman dipanggil ke Yogyakarta. Kesehatannya yang terus menurun mengharuskannya dirawat di rumah sakit Panti Rapih, Yogyakarta. Soedirman wafat sebulan setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia 29 Januari 1950.
Keberhasilan Soedirman dalam perang gerilya disebut memberi inspirasi kepada tokoh Vietnam Ho Chi Minh untuk menang saat perang melawan Vietnam Selatan dan Amerika Serikat.
Soedirman mendapatkan gelar jenderal besar anumerta dengan lima bintang pada 1997 bersama Presiden Soeharto dan Jenderal Abdul Haris Nasution.
Penulis : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV