> >

Atasi Krisis Lingkungan, Para Ulama Dukung Penerapan Pajak Karbon

Update | 26 September 2021, 15:13 WIB
Ilustrasi: Emisi karbon dari pabrik. Kini pemerintah sedang menggodok aturan pajak karbon. (Sumber: Kompas.id/Adrian Fajriansyah)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Para ulama dari Nahdlatul Ulama mendukung dan memandang penting untuk mengatur penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dalam peraturan perundang-undangan.

Para ulama menilai, pengaturan pajak karbon penting untuk mengurangi emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca, sebagai upaya untuk mengatasi pemanasan global dan melestarikan lingkungan hidup.

Hal itu diungkapkan Sarmidi Husna, sekretaris komisi yang fokus membahas perundangan-undangan pada sidang pleno Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah pada Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Minggu (26/9/2021).

"Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dapat berupa bentuk pajak karbon, perdagangan karbon, dan pembayaran berbasis kinerja atas capaian kawasan pengurangan emisi," kata Sarmidi membacakan salah satu butir kesepakatan para ulama terkait pajak karbon.

Para ulama dalam forum NU itu memandang, pajak karbon dalam konteks ini merupakan kompensasi kerugian atas kerusakan lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat emisi karbon.

Hasil pajak karbon wajib dialokasikan untuk penjagaan dan kelestarian lingkungan hidup, termasuk pembayaran kompensasi terhadap capaian kawasan pengurangan emisi.

Penerapan pajak karbon, lanjut Sarmidi, harus konsisten dengan tujuan utamanya, yaitu perbaikan lingkungan hidup dan upaya pengalihan energi berbasis fosil kepada energi baru terbarukan, bukan semata-mata pemasukan pendapatan negara.

"Penerapan pajak karbon harus disinkronkan dengan perdagangan karbon (carbon trading) sebagai bagian dari roadmap green economy dan harus ada pembahasan ulang tentang cara penghitungan karbon agar tidak dapat digunakan alat persaingan bisnis," paparnya.

Baca Juga: Pemerintah Tengah Mengevaluasi Pajak Karbon untuk Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca

Sarmidi juga mengungkapkan, tentang masalah lingkungan, Nahdlatul Ulama pada Muktamar ke-29 tahun 1994 di Cipasung Jawa Barat telah memutuskan bahwa masalah lingkungan hidup bukan lagi hanya merupakan masalah politis atau ekonomis saja, melainkan menjadi masalah teologis (diniah).

Hal itu mengingat dampak kerusakan lingkungan hidup juga memberi ancaman terhadap kepentingan ritual agama dan kehidupan umat manusia.

Karena itu, usaha pelestarian lingkungan hidup harus dipandang dan disikapi sebagai salah satu tuntutan agama yang wajib dipenuhi oleh umat manusia, baik secara individual maupun secara kolektif.

"Sebaliknya, setiap tindakan yang mengakibatkan rusaknya lingkungan hidup merupakan perbuatan maksiat (munkar) dan haram, karena termasuk tindakan merugikan," tambahnya.

Seperti diketahui, pemerintah sedang menggalakkan pajak karbon ini. Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa juga mengatakan pemerintah sedang menggodok berbagai kebijakan untuk mendorong pembangunan rendah karbon.

Baca Juga: Bappenas: Pemungutan Pajak Karbon Harus Akuntabel dan Transparan

 

Penulis : Dedik Priyanto Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU