> >

Mantan Kepala BNN Sarankan Pecandu Narkoba Jalani Wajib Lapor dan Rehabilitasi, Tak Harus Dipenjara

Hukum | 24 September 2021, 23:13 WIB
Coki Pardede, tersangka kasus narkotika jenis sabu. Banyak pihak mendorong rehabilitasi sebagai alternatif hukuman penjara bagi pecandu narkotika. (Sumber: Kompas.com/MITA AMALIA HAPSARI)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) sekaligus dosen hukum Universitas Trisakti Komjen Pol (Purn) Anang Iskandar menyarankan agar penegak hukum lebih memilih mengarahkan rehabilitasi pada para pecandu narkoba, alih-alih pidana penjara.

Ia mengatakan, pendekatan hukum keadilan restoratif dapat digunakan untuk menanggulangi masalah penyalahgunaan narkotika tanpa merugikan negara dan masyarakat.

Hal ini, kata Anang, sesuai dengan ketentuan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Baca Juga: Kesempatan Kedua Mantan Pecandu Narkoba - Berkas Kompas (3)

“Hukum pidana narkotika secara khusus menyatakan pelaku penyalahgunaan narkotika adalah kriminal sakit adiksi, diancam pidana, penegakan hukumnya secara keadilan restoratif dan bentuk hukumannya berupa rehabilitasi,” tulis Anang pada Jumat (24/9/2021), dikutip dari Antara.

Dalam UU Narkotika, penyidik Polri memiliki tugas dan kewajiban menangkap pengedar dan bandar narkotika. Akan tetapi, penyidik boleh menangkap dan boleh tidak menangkap pecandu narkoba.

“Kewenangan penyidik untuk menangkap bersifat wajib hanya terhadap pengedar, sedangkan kewenangan menangkap pelaku penyalahgunaan narkotika bersifat fakultatif,” beber mantan Kabareskrim itu.

Menurut Anang, ada pilihan hukuman yang lebih tepat pada pelaku penyalahgunaan narkoba, yaitu wajib lapor sesuai Pasal 55 UU Narkotika.

“Pelaku penyalahgunaan narkotika tidak ditangkap tidak menjadi masalah hukum karena ada pilihan yang lebih tepat, yaitu dikenakan wajib lapor untuk mendapatkan penyembuhan atau pemulihan. Kalau ditangkap proses penyidikan, penuntutan dan pengadilannya secara keadilan restoratif;” urai Anang.

Ia pun menjelaskan, penangkapan dan hukuman penjara pada pecandu narkoba malah akan menimbulkan berbagai masalah, mulai dari kebakaran lapas hingga residivisme (kambuh).

Hal ini berkaca dari kasus kebakaran Lapas I Tangerang di tengah isu overkapasitas karena banyak narapidana narkotika.

Baca Juga: Sindikat Asing Manfaatkan Perbatasan Minim Penjagaan - Berkas Kompas (2)

Selain itu, Anang menyebut, proses hukum dengan tujuan pidana penjara juga menghabiskan banyak uang negara.

“Bila penyidik melakukan penangkapan dan akhirnya pelaku penyalahgunaan narkotika dihukum penjara seperti selama ini, maka biaya yang ditanggung negara menjadi ‘sangat besar’ berupa biaya penyidikan, penuntutan dan pengadilannya,” jelas Anang.

Bila ada kebakaran atau kerusuhan lapas, negara pun kembali menanggung biaya tambahan.

Sebab itu, ia meminta BNN sebagai koordinator Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) lebih selektif melakukan proses hukum.

“Penangkapan, penuntutan, dan pengadilan terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika dilakukan secara selektif, hanya untuk mengungkap siapa pengedar dan menangkap pelaku yang menjadi anggota sindikat peredaran gelap narkotika,” papar Anang.

“BNN sebagai koordinator P4GN (Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkoba) wajib mengutamakan sosialisasi wajib lapor pecandu daripada melaksanakan penegakan hukum terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika,” pungkasnya.

Baca Juga: WFH Menjadi Faktor Peningkatan Peredaran Narkoba - Berkas Kompas (1)

Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV/Antara


TERBARU