> >

Pro Kontra Pelibatan TNI dalam Penanganan Covid-19

Berita utama | 18 Agustus 2021, 23:01 WIB
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto saat meninjau langsung vaksinasi massal Covid-19 yang digelar di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta Pusat, Sabtu (3/7/2021). (Sumber: Kompastv/Ant)

JAKARTA, KOMPAS.TV - YLBHI dan LaporCovid19 menyebut pelibatan TNI dalam penanganan pandemi tidak efektif. Sementara, Kantor Staf Presiden (KSP) mengatakan militer butuh dilibatkan dalam mengatasi penularan Covid-19.

Deputi II KSP Bidang Pembangunan Manusia Abetnego Panca Putra Tarigan memandang, pelibatan militer dalam situasi pandemi sesuai dengan konteks operasi militer selain perang (OMSP) dalam UU No. 34/2004 tentang TNI.

“Pilihan untuk melibatkan militer dalam penanganan Covid-19 tidak terlepas dari kebutuhan pada struktur vertikal. Misalnya, dalam pendistribusian logistik yang mau tidak mau harus melibatkan TNI,” ujar Abetnego dalam seminar virtual pada Selasa (18/8/2021), dilansir dari Antara.

Baca Juga: Epidemiologi Prediksi Paling Cepat Pandemi Covid-19 Berakhir Tahun 2022

Dia menambahkan, TNI mempunyai sumber daya informasi, sumber daya manusia, dan fasilitas untuk penyaluran logistik tersebut.

“Karena mereka punya Dokkes dan Dinkes. Jadi aspek-aspek itu bisa diberdayakan tanpa harus menggerakkan pembiayaan yang besar untuk merekrut tenaga baru,” ujar Abetnego.

Abetnego menekankan persoalan penghematan anggaran dengan pelibatan TNI dalam penanganan pandemi Covid-19.

Pada kesempatan yang sama, relawan LaporCovid19, Firdaus Ferdiansyah menyebut, data miliknya menunjukkan pelibatan militer tidak efektif mengatasi pandemi.

Hal ini terbukti dari banyaknya laporan pelanggaran protokol kesehatan. Pada periode Juli 2020 hingga April 2021, LaporCovid19 menerima 1.096 laporan dari warga soal pelanggaran prokes.

Firdaus juga menyoroti sanksi fisik dari militer yang menjurus tindakan sewenang-wewenang.

“Mulai dari memaksa orang agar tidur di dalam peti mati, push up, penggunaan meriam air hingga pemukulan atau penganiayaan bagi individu yang melanggar,” kata Firdaus.

Peneliti YLBHI, Aditia B. Santoso mengatakan, penggunaan militer dalam penanganan Covid-19 pun tak sesuai dengan UU TNI.

"Saya tidak melihat apakah COVID-19 ini bisa dianggap bencana non-alam yang dimaksud di dalam UU TNI,” ujarnya.

Baca Juga: Polres Bantul Butuh Mahasiswa untuk Jadi Relawan Vaksinasi Covid-19

Aditia menjelaskan, pelibatan militer baru berlangsung sejak pengesahan Perpres Nomor 99 Tahun 2020. Lalu, TNI pun terlibat dalam vaksinasi Covid-19.

Menurut Aditia, penerbitan Inpres Nomor 6 Tahun 2020 juga makin melegalkan peran militer yang lebih luas dalam penanganan Covid-19.

Padahal, pelibatan militer tak serta merta menekan angka kematian akibat Covid-19. Aditia mengambil contoh di tiga daerah yang melibatkan militer dalam penanganan pandemi.

Tiga daerah itu adalah Kabupaten Magelang, Kabupaten Karo dan Kabupaten Bone. Tercatat ada 1.012 warga meninggal di Magelang, 176 meninggal di Karo dan 68 orang meninggal di Bone.

“Di satu sisi, bisa saja pemerintah mengatakan situasinya akan lebih memburuk, bila tidak melibatkan unsur militer. Tetapi, tidak ada yang menjamin bila militer tidak ada, maka kondisinya akan lebih sulit,” katanya.

Sementara, Aditia menyinggung pemerintah yang kurang melibatkan unsur masyarakat sipil.

“Kenapa tidak libatkan saja Muhammadiyah atau NU sejak awal, atau bisa melibatkan masyarakat sipil lainnya untuk dididik. Toh, sama-sama mampu, bisa dan lebih efektif,” kata Aditia.

Baca Juga: Ini Daftar Terbaru Daerah yang Menerapkan PPKM Level 4 di Jawa Bali 17-23 Agustus 2021

Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV/Antara


TERBARU