> >

Ombudsman Tanggapi BKN: LAHP Soal TWK Pegawai KPK Bukan Dijawab dengan Dokumen, Tapi Dijalankan!

Hukum | 5 Agustus 2021, 19:10 WIB
Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng dalam konferensi di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Kamis (10/6/2021). (Sumber: Dok. Ombudsman Republik Indonesia)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ombudsman Republik Indonesia menanggapi rencana Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang tengah menyiapkan argumentasi hukum untuk menjawab Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) terkait tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK.

Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, mengatakan putusan Ombudsman mengenai LAHP itu semestinya langsung ditindaklanjuti, bukan malah dibalas dengan produk dokumen yang setara.

Baca Juga: KPK: Persidangan Juliari Bisa Jadi Pintu Masuk Usut Keterlibatan Pihak Lain di Kasus Bansos Covid-19

"Enggak ada balas-membalas bahan. LHAP tak mungkin dibalas LHAP atau apa pun itu dari mereka," kata Robert dikutip dari Kompas.id, Kamis (5/8/2021).

"Saya anggap itu bagian dari komunikasi antar-lembaga saja, bukan produk formal dari mereka. Sebab, produk Ombudsman tidak bisa dijawab dengan produk dokumen setara, tetapi dijalankan."

Dia menegaskan, LAHP yang berisi tindakan korektif ataupun rekomendasi Ombudsman adalah produk dari lembaga negara yang wajib ditaati terlapor.

Jika terlapor tidak mematuhi LAHP dan rekomendasi Ombudsman, kata Robert, itu artinya mereka tidak patuh hukum.

Baca Juga: KPK Kukuhkan 190 Penyidik dan Penyelidik Tanpa Novel Baswedan

Seorang pejabat yang tak patuh hukum, menurut Robert, melanggar sumpah jabatan dan berimplikasi pada hukum.

Menurut UU Ombudsman, pejabat tersebur bisa terkena sanksi administratif.

"Namun, kami belum sampai ke tahap (pengenaan sanksi) tersebut. Hari ini, kami berada di saran perbaikan dan tindakan korektif untuk dipatuhi," ucap Robert.

"Fokus kami adalah pada dijalankannya tindakan korektif, bukan soal sanksi."

Diberitakan sebelumnya, Pelaksana Tugas Kepala BKN, Bima Haria Wibisana, mengatakan masukan Ombudsman terkait pelaksanaan TWK sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) itu tidak final dan mengikat.

Karena itu, Bima menuturkan, BKN tengah menyiapkan argumentasi hukum untuk dikirimkan ke Ombudsman.

Baca Juga: Firli Didesak Taat Hukum Laksanakan Tindakan Korektif Hasil Temuan Ombudsman soal TWK

"Sedang dibuat argumentasi hukum yang kuat untuk melawan keputusan Ombudsman," ujar Bima.

Saat ini, pihaknya masih menyusun jawaban atas masukan Ombudsman tersebut bersama dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manuisa serta Kejaksaan Agung.

Bima berpendapat, terdapat kesalahan logika hukum dari hasil temuan Ombudsman.

Seharusnya, kata Bima, jika TWK itu dianggap oleh Ombudsman sebagai malaadministrasi, semua pegawai dinyatakan tidak memenuhi syarat atau dibatalkan.

"Bukan yang TMS (tidak memenuhi syarat) malah jadi MS (memenuhi syarat). Logika hukumnya kacau," tutur Bima.

Baca Juga: Firli Respons Temuan Ombudsman soal Maladministrasi TWK Pegawai KPK: Kami akan Ambil Sikap

Menurut dia, Ombudsman sama sekali tidak mempunyai kewenangan untuk memberikan sanksi.

Sesuai peraturan perundang-undangan, pemberian sanksi oleh Presiden, bukan dari Ombudsman.

Lagi pula, kementerian dan lembaga, seperti KPK, BKN, Lembaga Administrasi Negara (LAN), dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), berada di bawah Presiden, bukan di bawah Ombudsman.

"Ya, manut-nya (patuhnya) sama Presiden, bukan sama ORI (Ombudsman RI). ORI sendiri tak punya kewenangan," ucap Bima.

"ORI minta Presiden memberi sanksi. Jadi, semua terserah Presiden."

Baca Juga: Pakar Sebut Jokowi dan Ketua KPK Bisa Digugat Melawan Hukum Jika Tak Taati Rekomendasi Ombudsman

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV/Kompas.id


TERBARU