Belum Diketuk, Pemerintah dan DPR Masih Terbuka Terima Masukan Soal RKUHP
Hukum | 25 Juni 2021, 13:21 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) hingga kini masih menerima masukan dari berbagai elemen masyarakat juga akademisi.
"Saat ini belum pembahasan, maka Pemerintah dan DPR bersifat terbuka menerima masukan-masukan dari berbagai elemen masyarakat," kata Anggota Komisi III Arsul Sani, dilansir Kompas.com, Jumat (25/6/2021).
Menurut Arsul, masukan-masukan terkait RKUHP merupakan bukti keterbukaan pemerintah dan DPR sebelum mengesahkan undang-undang.
Adapun masukan-masukan itu salah satunya telah diterima melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) lewat sosialisasi yang sudah diadakan di 12 kota.
Baca Juga: Wamenkumham Sebut RKUHP Paling Lambat Disahkan Desember 2021
Selain itu juga, DPR melalui fraksi-fraksi juga sudah mulai menerima masukan terkait RKUHP. Biasanya, masukan-masukan itu beragam dan tentu berbeda satu sama lainnya.
Arsul meminta jangan kemudian merasa bahwa pandangannya itu yang paling benar.
"Karena baik DPR maupun pemerintah itu seringkali mendapat masukan serta pandangan berbeda. Jadi jangan kemudian ada yang merasa pandangannya itu satu-satunya yang paling benar," pinta dia.
Diberitakan KOMPAS TV sebelumnya, draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) terbaru belum dipublikasikan ke publik.
Baca Juga: Wamenkumham Eddy Hiariej: Draf RKUHP Terbaru Belum Dipublikasikan ke Publik Karena Alasan Politik
Hal tersebut disampaikan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej saat menerima Prosiding Konsultasi Nasional Pembaruan KUHP 2021 secara daring, Selasa (22/6/2021).
Menurut Eddy, draf RKUHP yang digunakan dalam kegiatan sosialisasi di 12 kota sejak Mei lalu pun, masih menggunakan RKUHP hasil penyusunan pada 2019.
Namun pihaknya menjamin draf yang juga sudah tersebar ke publik tersebut batal disahkan oleh Presiden Joko Widodo. Selain karena menuai kontroversi, beberapa pasal pun ada yang dihapus. Alasan penghapusan karena dinilai over kriminalisasi.
Baca Juga: RKUHP Masuk RUU Prioritas 2021, Penghinaan Presiden Masuk Delik Aduan
Adapun terkait alasan belum juga dipublikasikan padahal direncanakan akan masuk RUU Prioritas 2020, pihaknya menyebut karena alasan politik. Artinya, jika draf tersebut belum disetujui DPR RI, tetapi sudah dipublikasikan ke masyarakat, sama dengan melanggar tata tertib DPR RI.
Sebelum nantinya disahkan, Eddy menyatakan perubahan yang dilakukan sudah sesuai dengan masukan dari koalisi masyarakat sipil.
Penulis : Nurul Fitriana Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV