Politikus DPR Serentak Tolak Pajak Sembako dan Pendidikan: Kebijakan Aneh dan Membabi Buta
Peristiwa | 14 Juni 2021, 05:15 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Rencana pemerintah yang akan menaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) melalui revisi Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) mendapatkan penolakan dari anggota DPR lintas fraksi.
Anggota Komisi XI dari Fraksi Nasdem Fauzi Amroh menilai kebijakan tersebut sangat kontraproduktif dengan program pemerintah dalam melakukan pemulihan ekonomi di masa pandemi.
“Kebijakan ini sangat tidak tepat dilaksanakan saat ini, mengingatkan masyarakat masih diperhadapkan pada kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Daya beli masyarakat saat ini belum pulih," kata Fauzi dalam keterangan pers, Minggu (13/6/2021).
Nah, kalau sembako dikenai pajak, otomatis harga barang-barang di tingkat konsumen juga akan ikut naik, sehingga daya beli akan kembali tertekan, padahal daya beli ini dibutuhkan untuk pulih dari pandemi COVID-19.
Baca Juga: Tolak PPN Sembako dan Sekolah, Anggota Komisi XI DPR: Apakah Sri Mulyani Lelah Mencintai Indonesia?
Padahal, seharusnya kebijakan Pemerintah hadir meringankan beban rakyat bukan menyusahkan rakyat.
Sembako merupakan komoditas yang penting bagi masyarakat, demikian halnya pendidikan, itu adalah hak asasi yang dijamin Undang-Undang, tak boleh diliberalisasi diserahkan pada mekanisme pasar.
Menurut Fauzi, negara mesti hadir dalam pelayanan pendidikan dan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat dengan harga yang terjangkau.
“Karenanya, kami Fraksi Nasdem DPR-RI solid menolak kebijakan pajak sembako dan pajak biaya pendidikan karena akan semakin membebani ekonomi rakyat dan makin membuat daya beli masyarakat semakin tertekan,”tegas alumnus HMI ini.
Sementara anggota Komisi XI dari fraksi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun menolak keras rencana Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk sembako dan pendidikan.
Misbakhun menyebut jika beras dijadikan objek pajak dan dikenakan PPN, maka akan sangat berpengaruh pada kualitas pangan rakyat.
Baca Juga: Staf Menkeu: PPN Pendidikan Bukan untuk Lembaga Formal tapi Buat Lembaga Komersial
"Rakyat butuh pangan yang bagus agar kualitas kehidupan mereka juga baik," kata Misbakhun dalam keterangan tertulisnya, yang dikutip pada Minggu (13/6/2021).
Sementara terkait PPN sektor pendidikan (pajak sekolah), dia menegaskan kebijakan tersebut akan memengaruhi kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia. Mengingat pendidikan itu menunjukkan kualitas SDM sebuah negara.
Misbakhun juga mempertanyakan sikap nasionalisme Menteri Keuangan Sri Mulyani.
"Apakah Bu SMI (Sri Mulyani Indrawati) lelah mencintai negeri ini? Beliau tidak boleh lelah mencintai negara ini dengan cara membuat kebijakan yang terkoneksi pada tujuan kita bernegara di konstitusi," ujar Misbakhun.
Penolakan juga datang dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai fraksi oposisi. Melalui Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan Anis Byarwati, dia menyebut kebijakan pajak terhadap sembako dan pendidikan itu aneh.
“Terus terang saya merasa aneh dengan kebijakan pemerintah ini, ketika ekonomi sedang berjuang tertati-tatih untuk bangkit dan pulih, tetapi malah dihantam dengan rencana menaikkan PPN,” katanya.
Anggota Komisi XI DPR ini heran dengan wacana pemerintah tersebut di tengah daya beli masyarakat yang tengah tertekan karena pandemi. Dia pun mempertanyakan keberpihakan pemerintah.
“Menaikkan tarif PPN dalam kondisi daya beli masyarakat yang tertekan akibat pandemi dan krisis ekonomi bukanlah merupakan kebijakan yang tepat. Kenaikan PPN dampak kontraksinya bisa ke segala lapisan masyarakat, khususnya masyarakat menengah bawah. Patut dipertanyakan bukti keberpihakan pemerintah terhadap rakyat,” ucapnya.
Sementara Hendrawan Supratikno dari Fraksi PDIP, fraksi pendukung utama pemerintah, senada dengan fraksi lain. Dia menyebut kebijakan itu harus dipikirkan secara jernih dan matang.
"Meski tidak melanggar undang-undang, menaikkan PPN akan memukul daya beli masyarakat. Sektor konsumsi yang dalam kondisi resesi harus dibangkitkan, justru direm lajunya. Karena PPN merupakan kategori pajak tidak langsung (indirect taxes), maka beban masyarakat bawah sama besar dengan masyarakat berpendapatan tinggi,"kata anggota Komisi XI ini.
Baginya, dalam situasi berat seperti saat ini pemerintah harus rasional dan jangan membabi buta. "Dalam situasi berat seperti sekarang, segenap pihak, khususnya pengambil kebijakan, harus tetap berpikir jernih dan rasional. Tidak boleh panik atau membabi buta," katanya.
Penulis : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV