Sri Mulyani: Libur Sekolah Dapat Memicu Kenaikan Kasus Covid-19 dan Berdampak pada APBN
Sosial | 31 Mei 2021, 17:21 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan ancaman lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia belum selesai.
Libur Idul Fitri mungkin telah usai, tetapi, libur anak sekolah yang akan datang disebut berpotensi memicu kenaikan kasus Covid-19.
"Kita sudah selesai Idul Fitri, dampaknya baru terasa sekarang. Sebentar lagi masuk liburan anak-anak sekolah. Ini juga akan menimbulkan dinamika lainnya," kata Sri Mulyani dalam Rapat Banggar, Senin (31/5/2021).
Berdasarkan keterangan Sri Mulyani, libur Lebaran sendiri sudah memicu kenaikan kasus Covid-19. Tercatat hingga 28 Mei 2021, total kasus Covid-19 di RI mencapai 1,8 juta.
Tingkat kesembuhan mencapai 94 persen, tingkat meninggal 2,8 persen, dan kasus aktif saat ini 98.704 kasus.
Jumlah keterisian tempat tidur di Wisma Atlet Kemayoran pun sudah melonjak dari 15 persen hingga mendekati 30 persen, dua kali lipat dalam empat hari terakhir.
Sri Mulyani mengimbau masyarakat untuk mewaspadai kondisi ini. Ia pun mengingatkan agar masyarakat tidak melonggarkan penerapan protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.
Baca Juga: Sektor Pertanian Jadi Kunci Pemulihan Ekonomi, Sri Mulyani: Tetap Positif di Tengah Pendemi
"Ini adalah dinamika yang terus-menerus harus kita lihat dan waspadai karena selalu terjadi korelasi negatif. Begitu Covid-19 naik, maka mobilitas langsung menurun, itu dampaknya kepada konsumsi," beber Sri Mulyani.
Akibatnya, konsumsi masyarakat dapat kembali menurun dan beban APBN sebagai instrumen utama yang menjalankan countercyclical jadi lebih berat.
Hal ini ditambah kecepatan vaksinasi yang ditargetkan pemerintah belum mencapai titik yang diinginkan.
"Kecepatan dari vaksinasi kita belum secepat yang kita bayangkan, yaitu target 1 juta (dosis) per hari, saat ini masih di bawah tingkat tersebut. Untuk bisa mendorong konsumsi tumbuh di atas 5 persen tanpa menimbulkan kenaikan Covid-29 adalah tantangan," jelas Sri Mulyani.
Dari sisi global, masih ada ketidakpastian akibat munculnya varian baru Covid-19, maupun kenaikan jumlah kasus di negara lain termasuk Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Risiko lainnya adalah akses dan kecepatan vaksinasi yang tidak merata di seluruh dunia, kecenderungan proteksionisme, dan pertumbuhan dari berbagai negara di kuartal I 2021 masih negatif.
Baca Juga: Vaksinasi Covid-19 Mulai Menyasar Pengurus RT Dan RW
"Ini menggambarkan pemulihan ekonomi tidak secepat yang dibayangkan. Hal lain yang perlu Kita waspadai adalah dari sisi inflasi yang terjadi di Amerika Serikat yang mencapai 4,2 persen di bulan April. Ini menimbulkan dinamika kemungkinan terjadinya pengetatan kebijakan moneter dengan dampak seperti tapper tantrum tahun 2013," pungkas Sri Mulyani.
Penulis : Hasya Nindita Editor : Eddward-S-Kennedy
Sumber : Kompas TV