Pemprov Papua Minta Pemerintah Pusat Kaji Pelabelan KKB sebagai Teroris
Politik | 1 Mei 2021, 00:10 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Pemerintah Provinsi Papua minta pemerintah pusat mengkaji kembali pelabelan teroris bagi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
Hal tersebut disampaikan oleh Juru Bicara Gubernur Papua Muhammad Rifai Darus, pada Jumat (30/4/2021).
“Penetapan KKB sebagai kelompok teroris perlu untuk ditinjau dengan seksama dan memastikan objektivitas negara dalam pemberian status tersebut,” katanya.
Baca Juga: Densus 88 Antiteror Tunggu Instruksi Kapolri untuk Buru KKB
“Sebab Pemerintah Provinsi Papua tidak menginginkan adanya peristiwa salah tembak. Sekali lagi tidak menginginkan adanya peristiwa salah tembak, dan salah tangkap yang menyasar penduduk sipil Papua,” tambahnya.
Terpisah, Anggota DPR Komisi I Dave Laksono menilai pelabelan teroris bagi KKB merupakan langkah tepat. Dave menilai dengan pelabelan tersebut Pemerintah, TNI dan Polri, memiliki otoritas lebih luas dengan penerapan Undang-Undang Terorisme di Papua.
“Kepada OPM yang di mana mereka telah bertahun-tahun mengganggu dan mengancam akan keamanan di wilayah Papua,” ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan Kelompok Kriminal Bersenjata sebagai teroris.
Baca Juga: Khawatir Perubahan Status Teroris untuk KKB, Komnas HAM Ajak Selesaikan Konflik dengan Dialog Damai
“Pemerintah menganggap bahwa organisasi dan orang-orang di Papua yang melakukan kekerasan masif dikategorikan sebagai teroris. Ini sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018,” ujar Menko Polhukam Mahfud MD.
Dalam kesempatan tersebut, Mahfud MD juga menegaskan soal definisi teroris berdasarkan undang-undang tersebut.
“Di mana yang dikatakan teroris itu adalah siapa pun orang yang merencanakan menggerakkan dan mengorganisasikan terorisme,” katanya.
“Sedangkan terorisme adalah setiap perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban secara massal dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis terhadap lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional,” lanjutnya.
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV