> >

Viral Video Pengakuan Jaksa Terima Suap dalam Kasus Rizieq Shihab, Ini Faktanya

Hukum | 21 Maret 2021, 11:08 WIB
Mantan Pemimpin FPI Rizieq Shihab meminta kepada majelis hakim PN Jaktim agar sidang dilakukan secara tatap muka atau offline. (Sumber: KOMPAS TV)

JAKARTA, KOMPAS TV - Kejaksaan Agung (Kejagung) angkat bicara terkait beredarnya sebuah video terkait pernyataan seorang jaksa yang mengaku menerima suap dalam menangani perkara yang menjerat mantan pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab.

Seperti diketahui, sebelumnya beredar sebuah video di media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan YouTube dengan narasi “terbongkar pengakuan seorang jaksa yang mengaku menerima suap kasus sidang habib risieq sihab, innalillah semakin hancur wajah hukum Indonesia”.

Baca Juga: Digelar Online, Rizieq Shihab Tolak Persidangan

Kejaksaan Agung memastikan bahwa video tersebut hoaks. Video itu diketahui mengaitkan penjelasan Jaksa Yulianto selaku Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Korupsi dengan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus kepada media pada 2016.

“Video penangkapan seorang oknum Jaksa (AF) oleh Tim Saber Pungli Kejaksaan Agung adalah peristiwa yang terjadi pada bulan November tahun 2016," kata Kapuspenkum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Sabtu (20/3/2021).

"Video tersebut bukan merupakan pengakuan Jaksa (AF) yang menerima suap kasus sidang Habib Rizieq Sihab."

Baca Juga: Mahfud MD: Wewenang Hakim Panggil Paksa Rizieq Shihab

Leonard menjelaskan, penangkapan Jaksa AF dilakukan di Jawa Timur. Penangkapan itu terkait kasus pemberian suap dalam penanganan perkara Tindak Pidana Korupsi Penjualan Tanah Kas Desa di Desa Kali Mok Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep Jawa Timur.

"Pejabat yang menjelaskan penangkapan oknum Jaksa AF pada video tersebut adalah Bapak Yulianto, yang saat ini sudah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (NTT)," ucap Leonard.

Lebih lanjut, Leonard mengatakan, video penangkapan Jaksa AF sama sekali tidak ada kaitan dan hubungannya dengan sidang terhadap Muhammad Rizieq alias Habib Rizieq Sihab di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

"Informasi dalam video tersebut adalah tidak benar atau hoaks," ujar Leonard.

Baca Juga: Singgung Sidang Rizieq Shihab, Hotman Paris Usul ke Mahfud Perlu Ada UU Contempt of Court

Karena itu, Leonard meminta kepada masyarakat untuk tidak menyebarluaskan video tersebut.

Selain itu, dia juga mengimbau kepada masyarakat untuk tidak mudah percaya dan terprovokasi dengan berita bohong atau hoaks sebagaimana video yang sedang beredar saat ini.

"Kami juga meminta agar masyarakat tidak membuat berita atau video atau informasi yang tidak benar kebenarannya dan menyebarluaskannya melalui jejaring media sosial," tuturnya.

Dia mengingatkan, perbuatan menyebarluaskan video tersebut dapat dijerat dengan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik khususnya pasal 45A ayat (1).

Baca Juga: Kasus Kerumunan, Rizieq Shihab Tolak Sidang Online

Adapun bunyinya yakni, "Setiap orang, yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan dipidana dengan pidana penjara 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah."

Sementara itu, Menteri Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, mengatakan video yang beredar di media sosial itu viral.

Menurutnya, publik marah ada jaksa yang disebut-sebut menerima suap dalam kasus yang menjerat Rizieq Shihab. Terlebih, kasus tersebut sedang ramai akhir-akhir ini.

"Tapi ternyata ini hoax: penangkapan atas jaksa AF oleh Jaksa Yulianto itu terjadi 6 tahun lalu di Sumenep," ujar Mahfud melalui akun Twitter pribadinya yang dikutip pada Minggu (21/3/2021).

Baca Juga: Mahfud dan Hotman Paris Tanggapi Rizieq Shihab Tolak Sidang Online, Hakim Boleh Keras?

"Bukan di Jakarta dan bukan dalam kasus yang sekarang. Untuk kasus seperti inilah, UU ITE dulu dibuat."

Mahfud menambahkan, bagi pihak yang sengaja memviralkan video seperti ini harus diusut, namun demikian kasus ini tentu bukanlah delik aduan.

"Tetapi kita tetap akan menelaah kemungkinan revisi UU ITE untuk menghilangkan potensi pasal karet dan membedakan delik aduan dan delik umum di dalamnya," kata Mahfud MD.

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU