> >

Komnas HAM: Ada 741 Aduan Kekerasan dan Penyiksaan oleh Aparat, 150 Kasus terkait Polisi

Hukum | 9 Maret 2021, 21:25 WIB
Ilustrasi kekerasan aparat. Komnas HAM mencatat ada 741 aduan kekerasan atau penyiksaan oleh aparat negara sepanjang 2020. (Sumber: Twitter/Junramantyo)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menerima 741 aduan soal kekerasan atau penyiksaan oleh aparat negara sepanjang Januari-Desember 2020. Setidaknya 150 aduan ini melibatkan anggota kepolisian.

Sepanjang 2020, Komnas HAM mencatat total ada 2.524 kasus kekerasan dan praktik penyiksaan dengan pola perlakuan sewenang-wenang yang merendahkan martabat manusia (ill treatment).

Baca Juga: Polisi Tembak Mati 3 Warga di Cengkareng, Ini 6 Kasus Polisi Salah Gunakan Senjata Api

“Saya ingin tegaskan bahwa penyiksaan dan perbuatan tidak manusiawi lainnya masih terjadi pada proses penangkapan, pemeriksaan dan penahanan," ujar Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM RI Amiruddin dalam sebuah seminar virtual, Selasa (9/3/2021).

Amir mengatakan, dugaan tindak kekerasan itu terjadi saat penangkapan, pemeriksaan dan penahanan di tempat tertutup atau tempat yang menyerupai penahanan. Amir menyebut, tempat ini sebagai tempat “kebebasan seseorang tercerabut”.

Padahal, menurut Amir, Indonesia telah meratifikasi konvesi yang melawan kekerasan.

UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia adalah wujud ratifikasi The United Nations Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (UNCAT).

Baca Juga: Usai Ditangkap Warga, Polisi yang Nekat Rampas Toko Emas di Bali Kini Masih Jalani Pemeriksaan

Indonesia juga sudah memiliki hukum yang menjamin hak untuk bebas dari penyiksaan. Hal ini salah satunya tertuang dalam Undang-Undang Dasar.

Pasal 28G ayat 2 UUD 1945 menyatakan bahwa "Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain".

Berbagai regulasi ini, kata Amir, belum sepenuhnya menjadi rujukan. Sebab itu, tindak penyiksaan dan perilaku sewenang-wenang masih terjadi.

Kasus kekerasan aparat ini perlu kebijakan rill, salah satunya adalah mendukung ratifikasi Optional Protocol to the Convention Against Torture (OPCAT).

Baca Juga: Kapolsek Astanaanyar Terjerat Narkoba, Berikut Catatan Kasus Polisi Pengedar dan Pengguna Narkoba

“Upaya kita mendorong ratifikasi OPCAT ini sesungguhnya adalah sejalan dengan amanat konstitusi kita," ujar Amir.

Amir mengatakan, pihaknya terus mengajak berbagai pihak untuk meratifikasi konvensi OPCAT ini, antara lain Kemenkumham, Kemenlu dan kementerian/lembaga lain.

Menurut Amir, dengan meratifikasi OPCAT, seluruh tempat penahanan negara peserta konvensi akan mendapat kunjungan berkala untuk mencegah kekerasan dan penyiksaan aparat.

Penulis : Ahmad-Zuhad

Sumber : Kompas TV


TERBARU