Djoko Tjandra Dituntut 4 Tahun Penjara untuk Perkara Suap Penghapusan Red Notice
Hukum | 4 Maret 2021, 17:37 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Jaksa Penuntut Umum menuntut Djoko Tjandra, terdakwa kasus suap penghapusan Red Notice 4 tahun penjara dan denda Rp100 juta subside 6 bulan kurungan.
JPU menilai Djoko Tjandra terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan memberikan suap kepada dua perwira tinggi Polri untuk menghapus Red Notice dirinya.
“Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi untuk menyatakan terdakwa Djoko Tjandra bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menghukum terdakwa dengan pidana selama 4 tahun dengan perintah tetap ditahan di rumah tahanan serta denda Rp100 juta diganti pidana kurungan selama 6 bulan," ujar jaksa penuntut umum Junaedi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (4/3/2021).
Baca Juga: Mengaku Jadi Korban Penipuan, Djoko Tjandra: Semestinya Saya Harus Dibebaskan
Dalam hal yang memberatkan tuntutan, perbuatan Djoko Tjandra tidak mendukung program pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi.
Sementra hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan dalam persidangan.
Djoko Tjandra didakwa memberikan suap terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari sebesar 500 ribu dolar Amerika Serikat untuk mengajukan fatwa dari Mahkamah Agung (MA) dari Kejaksaan Agung atas permasalahan hukum yang dihadapi Djoko Tjandra.
Selain itu Djoko Tjandra juga dinilai terbukti memberikan uang kepada mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte sejumlah 200 ribu dolar Singapura dan 370 dolar AS serta mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo senilai 100 ribu dolar AS.
Baca Juga: Nama Wapres Ma’ruf Amin Muncul di Sidang Kasus Suap Fatwa MA Djoko Tjandra
Uang tersebut untuk membantu menghapus nama Djoko Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO) di sistem informas keimigrasian (SIMKIM) Ditjen Imigrasi Kemenkumham.
Penulis : Johannes-Mangihot
Sumber : Kompas TV