> >

Masukan dari Korban Pertama UU ITE Prita Mulyasari: Perbanyak Edukasi ke Anak Muda

Peristiwa | 3 Maret 2021, 13:33 WIB
Ilustrasi: UU ITE (Sumber: -)

JAKARTA, KOMPAS.TV-  Prita Mulyasari, ibu rumah tangga yang menjadi korban pertama Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), memberikan masukan terkait rencana revisi UU ITE.

Prita menyarankan agar  pemerintah untuk gencar melakukan edukasi penggunaan media sosial. Hal itu disampaikannya ketika dimintai pendapat Tim Kajian UU ITE yang dibentuk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD secar virtual.

"Sebelum masuk ke dalam pembuatan UU ITE ini akan direvisi atau pun dicabut, lebih berpikirnya ke arah edukasinya dulu," ujar Prita dalam keterangan tertulis Kemenko Polhukam, Rabu (3/3/2021). 

Menurut Prita, edukasi penggunaan media sosial  harus lebih banyak menyasar ke kalangan anak muda. Edukasi itu bisa dilakukan dengan mengarah bagaimana tata krama ketika anak muda menggunakan media sosial. 

Sebab ia melihat bahwa banyak anak muda yang tidak berpikir dua kali ketika mengunggah suatu konten di media sosial. 

Baca Juga: Masih Menyusui, Terpidana UU ITE Bawa Bayi ke Lapas

"Saya lihat banyak juga kasus-kasus yang masih anak-anak muda dengan tanpa berpikir dua kali langsung memberikan posting di media sosial dan itu mereka tidak banyak berpikir bahwa akan ada akibatnya di undang-undang ITE ini," katanya.

Sementara Ketua Tim Revisi UU ITE, Sugeng Purnomo berharap masukan dari narasumber dapat menjadi bahan dalam diskusi tim. Setelah merampung diskusi dengan pihak terlapor dan pelapor, tugas berikutnya akan dipegang Subtim I dan Subtim II yang akan berlangsung mulai pekan depan.

"Saya berharap kepada Bapak-Ibu sekalian yang masuk di dalam Subtim I maupun Subtim II untuk memanfaatkan waktu yang ada sambil kita menunggu kegiatan berikutnya," kata Sugeng.

Baca Juga: Tim Kajian UU ITE Tampung Masukan Prita Mulyasari Hingga Nikita Mirzani

Prita adalah korban pertama dari UU ITE, yang menjeratnya pada  tahun 2008. Kala itu Prita memberikan keluhan atas layanan rumah sakit  RS Omni Internasional, melalui email yang kemudian menyebarke beberapa mailing list (milis) dan juga forum online.

Pada 2009 Prita dibawa ke pengadilan dengan  dakwaan melanggar Pasal 27 ayat 3 UU ITE, Pasal 310 ayat (2) KUHP dan Pasal 311 ayat (1) KUHP.

Prita baru dinyatakan bebas 7 September 2012 melalui putusan PK (peninjauan kembali) di Mahkamah Agung. 
 

Penulis : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU