Kilas Balik UU ITE: Dirancang Era Megawati, Disahkan Era SBY dan Jokowi Merevisi
Peristiwa | 17 Februari 2021, 05:30 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) ramai diperbincangkan setelah presiden Jokowi mewacanakan revisi.
Kilas balik ke belakang, Undang-undang ini sudah dirancang sejak tahun 2003 di masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. Kal itu, namanya Rancangan Undang-undang Informasi Komunikasi dan Transaksi Elektronik.
Dilihat di situs Kominfo, waktu itu, RUU ini merupakan gabungan dua RUU. yaitu RUU Tindak Pidana Teknologi Informasi dari Universitas Padjajaran dan RUU E-Commerce dari Universitas Indonesia.
Namun, resmi diajukan ke DPR pada 5 September 2005 di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui surat presiden No.R/70/Pres/9/2005. Pemerinta menunjuk menunjuk Menteri Komunikasi dan Informatika Sofyan A Djalil dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Mohammad Andi Mattalata.
Baca Juga: Ini 9 "Pasal Karet" UU ITE yang Dipermasalahkan Masyarakat
Setelah 13 kali Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan berbagai pihak, antara lain perbankan, Lembaga Sandi Negara, operator telekomunikasi, aparat penegak hukum dan kalangan akademisi, pada Desember 2006 Pansus DPR RI menetapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sebanyak 287 butir. Anggota pansus berasal dari 10 fraksi yang ada di DPR.
Kala itu, baik pemerintah maupun DPR sama-sama menganggap penting UU ini. "Kami harap RUU ITE dapat diundangkan tahun ini juga," kata Menkominfo Sofyan A. Djalil, 12 April 2007.
Hal yang sama diungkapkan Ketua Komisi I dari Fraksi Partai Golkat Theo L Sambuaga.
"Kebutuhannya sudah semakin mendesak karena jumlah dan jenis kejahatan di dunia cyber makin meningkat belakangan ini," kata Theo.
Baca Juga: Strategi Kapolri Listyo Sigit Soal UU ITE: Utamakan Mediasi, Lakukan Edukasi
RUU ini tuntas dibahas paa 18 Maret 2008. Kemudian pada 25 Maret 2008, 10 Fraksi menyetujui RUU ITE ditetapkan menjadi Undang-Undang. Selanjutnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani naskah UU ITE menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan dimuat dalam Lembaran Negara Nomor 58 Tahun 2008 dan Tambahan Lembaran Negara.
Namun, pada 2016 di era pemerintahan Jokowi, UU ini direvisi menjadi Undang-undang Nomor 19 tahun 2016, namanya tetap. Naskah Undang-Undang tersebut tercatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 5952.
Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara kala itu menyampaikan bahwa Undang-Undang ITE adalah undang-undang pertama di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai produk legislasi yang sangat dibutuhkan.
“Namun karena dalam penerapannya terjadi dinamika pro dan kontra terhadap beberapa ketentuan di dalamnya, Pemerintah mengambil inisiatif untuk melakukan perubahan minor yang dianggap perlu dan relevan, “ kata Rudiantara dalam rilisnya 27 Oktober 2016.
Setelah revisi pertama tersebut, kini ada wacana untuk melakukan revisi kembali. Sebab, korban dari Undang-undang ini dinilai cukup banyak.
Baca Juga: Kapolri Listyo Ingatkan UU ITE Sudah Tidak Sehat, Bisa Membuat Polarisasi di Masyarakat
Dalam penjelasannya, Presiden Jokowi berpandangan banyak masyarakat saling melapor berlandaskan UU ITE ini. "Oleh karena itu saya minta kepada Kapolri agar jajarannya lebih selektif menyikapi dan menerima pelaporan pelanggaran UU ITE. Hati-hati, pasal-pasal yang bisa menimbulkan multitafsir harus diterjemahkan secara hati-hati, penuh dengan kehati-hatian," kata Presiden Jokowi, Senin (15/2/2021).
Penulis : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV