> >

Catatan Penerbangan Indonesia Jadi Yang Terburuk di Asia

Peristiwa | 11 Januari 2021, 01:35 WIB
Sejumlah personil AL Indonesia menarik serpihan pesawat dari dalam air pada operasi pencarian pesawat SJ-182 di perairan Kepulauan Seribu, Minggu (10/1). (Sumber: AP Photo / Achmad Ibrahim)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Kecelakaan pesawat Sriwijaya Air Boeing 737-500 yang mengangkut 62 penumpang di perairan Kepulauan Seribu sesaat setelah lepas landas membuat keamanan industri penerbangan di tanah air kembali menjadi sorotan.

Dirangkum dari Associated Press, catatan penerbangan Indonesia disebut sebagai salah satu yang terburuk di Asia, dengan jumlah kecelakaan maskapai penerbangan sipil yang lebih banyak dibandingkan dengan negara-negara Asia lain sejak 1945. Beragam faktor disebut sebagai penyebab terjadinya kecelakaan-kecelakaan pesawat, yakni lemahnya pelatihan pilot dan perawatan pesawat, kegagalan mekanis, dan masalah pada kontrol lalu lintas udara.

Baca Juga: Lokasi Black Box Sriwijaya Air Terdeteksi, Kopaska: Terdengar Suara yang Sama di Titik Sinyal

Meski sejumlah ahli menyatakan adanya perbaikan dalam beberapa tahun terakhir, kecelakaan pesawat SJ-182 kembali mempertanyakan kemajuan sebenarnya pada regulasi penerbangan di Indonesia.

Kombinasi faktor ekonomi, sosial dan geografis disebut-sebut sebagai penyebab banyaknya kecelakaan pesawat yang terjadi di tanah air.

Pada awal merebaknya industri penerbangan di tanah air, pasca kejatuhan Suharto di akhir tahun 1990an yang membuka pasar ekonomi, regulasi dan pengawasan pada industri penerbangan terbilang masih sangat minim.

Baca Juga: Cerita Keluarga Sebelum Captain Afwan Berangkat Kerja: Ada Perbuatan Tak Biasa

Maskapai bertarif rendah membanjiri pasar, menjadikan terbang dengan pesawat sebagai salah satu cara bepergian yang mudah bagi banyak orang, kendati sejumlah wilayah di tanah air masih kekurangan infrastruktur transportasi.  

Menurut data dari Jaringan Keselamatan Penerbangan (ASN), telah terjadi sebanyak 104 kecelakaan pesawat pada maskapai penerbangan sipil di Indonesia dengan lebih dari 1.300 korban jiwa sejak tahun 1945. Ini menjadikan Indonesia sebagai negara paling berbahaya dalam hal penerbangan di Asia.

Amerika Serikat (AS) telah melarang pesawat-pesawat Indonesia beroperasi di AS pada 2007 – 2016 lantaran disebut  tidak memiliki kelayakan yang cukup di sejumlah bidang seperti keahlian teknis, personel yang terlatih, penyimpanan catatan penerbangan atau prosedur pemeriksaan. Uni Eropa juga menerapkan larangan serupa pada 2007 – 2018.

Baca Juga: Sriwijaya Air Jatuh, Pengamat: Fase Kritis di 10 Menit Awal dan 6 Menit Akhir

Ahli penerbangan dan pemimpin redaksi AirlineRatings.com Geoffrey Thomas menyatakan, “Dalam beberapa tahun terakhir, industri penerbangan Indonesia telah menunjukkan perbaikan berarti, dan pengawasan juga lebih ketat.”  

Lebih lanjut Thomas menerangkan, perbaikan ini termasuk di antaranya pemeriksaan yang lebih sering, regulasi yang lebih ketat terkait prosedur dan perawatan fasilitas, juga pelatihan pilot yang lebih baik.

Pada 2016, Pengawas Penerbangan Federal AS (FAA) memutuskan memberikan Indonesia peringkat dalam Kategori 1, yang berarti Indonesia telah memenuhi standar keselamatan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional.

Maskapai Sriwijaya Air sendiri hanya memiliki catatan minor terkait kecelakaan pesawat di masa lalu, yakni saat seorang petani tewas saat salah satu pesawatnya keluar dari landas pacu di Jambi akibat masalah hidrolis pada tahun 2008.

Presiden Direktur Sriwijaya Air Jefferson Irwin Jauwena menyatakan, SJ-182 yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu yang berusia 26 tahun dan sebelumnya telah digunakan oleh sejumlah maskapai di AS, layak terbang. SJ-182 sebelumnya bahkan telah terbang pada hari yang sama saat kecelakaan naas itu terjadi.

Baca Juga: Pilot Bagikan Pengalaman Kemudikan Sriwijaya Air SJ-182 Boeing 737-500: Kondisi Cukup Baik

Namun, para ahli menyatakan, perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan apakah pesawat tersebut sebenarnya laik terbang atau tidak.

Pihak Basarnas menyatakan telah mengetahui lokasi kotak hitam pesawat pada Minggu (10/1). Keberadaan kotak hitam pesawat ini penting untuk mengungkap penyebab jatuhnya pesawat.

Namun konsultan penerbangan Indonesia Gerry Soejatman menyatakan, pemeriksaan terkait penyebab jatuhnya pesawat dapat memakan waktu berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan.

Penulis : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU