Penyair Asrizal Nur Lolos Kecelakaan Sriwijaya Air Gara-gara Urusan SWAB PCR
Peristiwa | 10 Januari 2021, 20:35 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air dengan rute Jakarta-Pontianak banyak menyisakan peristiwa. Salah satunya penyair pantun Asrizal Nur, yang mengelola Rumah Seni di Depok, Jawa Barat.
Asrizal mengisahkan kisah terselematkan dari kecelakaan maut pada Sabtu (9/1/2021) itu, gara-gara dia gagal melakukan test SWAB PCR yang dinilainya kemahalan. Kisah itu dia bagikan di laman facebooknya, setelah kejadian nahas di Kepulauan Seribu itu.
Mulanya, Asrizal akan berangkat ke Pontianak pada Kamis (7/1/2021). Dia sudah memesan tiket Lion Air. Dia berencana menengok anak sulungnya Jalaluddin Fauzhi yang kuliah di IAIN Pontianak, Kalimantan Barat.
Baca Juga: Chef Aiko Berduka, Mantan Make Up Artist-nya Salah Satu Penumpang Sriwijaya Air yang Jatuh
"Tiket pesawat sudah dibeli, kami berempat, istri, saya dan dua anak gadis kami yang cantik pun mengurus Rapid Tes dan antigen sebagai syarat yang diwajibkan negara kepada rakyatnya," kata penyair berambut gondrong ini. Asrizal dan rombongan mendatangi poliklinik untuk mendapatkan surat keterangan yang harganya seharga tiket pesawat itu.
Tapi sesampai Bandara Soekarno-Hatta, dia menemui masalah. "Pada saat masuk kami diperiksa, ternyata Rapid tes dan antigen itu tidak lengkap harus urus yang namanya SWAB PCR. sempat lama kami berdebat dengan petugas kenapa tak ada koordinasi dengan pihak klinik sehingga kami dapat info yang sama dengan bandara," ujar Asrizal kesal.
Baca Juga: Pesawat Sriwijaya Air SJ182 Berjenis Boeing 737 dan Disebut Sangat Handal
Asrizal pun disuruh menghubungi pihak maskapai. "Hampir 1 jam kami mengurus di maskapai. Kami pun tetap tak dizinkan masuk pesawat, kami harus mengurus SWAB PCR itu, perdebatan panjang kami lakukan. Kenapa pihak maskapai tidak memberitahu penumpangnya saat membeli tiket," kelauhnya.
Akhirnya, Asrizal mengurus ke Traveloka tempat dia membeli tiket. "Traveloka tak dapat memberi jawaban kecuali mengatakan tiket keberangkatan anda hangus," katanya.
Karena sudah terlanjur di Bandara, Asrizal kemudian memutuskan untuk ikuti tes SWAB PCR. "Ternyata mahal sekali. Bila 1X24 jam biayanya bisa sejuta lebih perorang. Tapi bila 2x24 Jam Rp.800.000," katanya.
Setelah berunding, putrinya mengusulkan ambil yang 2x 24 jam saja. Jadi bisa berangkat 9 Januari naik Sriwijaya Air, karena SWAB PCR selesai pukul 11.00 atau 12.00 WIB, jadi naik pesawat yang pukul 13.00 WIb.
"Saya langsung mengiyakan, anak perempuan bernama Hoki tetap ingin ke Pontianak, sedang istri saya sudah kehilangan semangat. Setelah berfikir sejenak, lalu saya memutuskan ; Sudahlah, kita batalkan saja ke Pontianak. Pertama biayanya mahal karena kita harus tidur di hotel sekitar bandara. Dan bagaimana pula kalau hasilnya tak sesuai diharapkan, bisa - bisa kita gagal lagi ke Pontianak, sudahlah kita batalkan saja," katanya.
Baca Juga: RS Kramat Jati Terima Laporan Antemortem 12 Keluarga Korban Sriwijaya Air
Akhirnya setelah terdampar empat jam di Bandara, Asrizal dan keluarga memutuskan pulang tidak jadi ke Pontianak menemui anak tercinta.
Rupanya, gagal mengurus SWAB PCR itu justeru menyelematkannya dari kecelakaan pesawat tersebut.
"Alhamdulilah Allah menolong kami sekeluarga, kalau tidak tentu kita tidak bertemu lagi. Dan duka yang dalam atas musibah yang dialami Sriwijawa Air, Sabtu, 9 Januari 2020, semoga arwah korban diterima di sisi Allah, keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran," tutupnya.
Penulis : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV