> >

Menaker Sebut Omnibus Law Cipta Kerja Lindungi Pekerja yang Di-PHK, Ini Penjelasannya

Peristiwa | 8 Oktober 2020, 05:05 WIB
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) RI, Ida Fauziyah. Menaker Sebut Omnibus Law Cipta Kerja Lindungi Pekerja yang Di-PHK, Ini Penjelasannya. (Sumber: Humas Kemnaker)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah mengklaim Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja melindungi pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Menurut dia, UU Cipta Kerja tetap mengatur ketentuan persyaratan tata cara PHK. Sehingga pekerja atau buruh tetap mendapat perlindungan menghadapi proses PHK

"Tidak benar kalau dipangkas ketentuan dan syarat tata cara PKH. Tetap diatur sebagaiaman UU No 13 Tahun 2003," kata Ida dalam keterangan persnya di kanal YouTube Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Rabu (7/10/2020), dikutip dari Kompas.com.

Baca Juga: Menaker: UU Cipta Kerja Melengkapi UU Ketenagakerjaan

"Yang juga perlu saya sampaikan. Undang-Undang Cipta Kerja tetap memberikan ruang bagi serikat pekerja atau buruh, dalam memperjuangkan kepentingan anggotanya yang sedang mengalami proses PHK," sambungnya.

Ia pun mengatakan bahwa buruh atau pekerja yang sedang dalam proses PHK juga tetap mendapatkan upah.

Setelah ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap dan menyatakan pekerja di-PHK, barulah upah tak diberikan.

Selain itu, Ida mengatakan, lewat Undang-undang Cipta Kerja, pemerintah melindungi para pekerja dengan memberikan uang jaminan, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja.

"Ini yang kita tidak jumpai diatur di Undang-undang No 13 Tahun 2003. Ketika seseorang mengalami PHK maka dia membutuhkan sangu dan diberikan cash benefit. Dan paling penting ketika dia mengalami PHK maka membutuhkan skil baru maka membutuhkan upskilling," ungkapnya.

Baca Juga: Surat Terbuka Menaker Soal UU Cipta Kerja, Iqbal: Sudahlah Jangan Bangun Kebohongan Lagi

Kendati demikian Ida tak menyinggung mekanisme PHK yang diatur UU Cipta Kerja.

Dalam UU No. 13 Tahun 2003 proses PHK yang disebabkan pekerja yang dinilai mangkir atau melanggar peraturan perusahaan diatur syarat yang cukup ketat.

Selain itu, Ida pun tak menjelaskan soal berkurangnya hak pesangon karena penggabungan atau pengambilalihan perusahaan, perusahaan tutup, sakit berkepanjangan, dan meninggal dunia.

Sebelumnya, berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003, pekerja dinyatakan berhak atas pesangon sebanyak dua kali lipat dari perhitungan berdasarkan masa kerja. Ketentuan itu tak ada di UU Cipta Kerja.

Baca Juga: Tolak UU Cipta Kerja, KSPI Menilai Poin Kesepakatan Buruh dan DPR Tidak Dipenuhi

 

Penulis : fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU