Mengapa Kamala Harris Kalah dari Donald Trump di Pilpres AS 2024?
Opini | 8 November 2024, 19:32 WIBMenarik ke belakang, majunya Trump sejak konvensi Partai Republik dan begitu banyaknya masalah hukum yang dihadapinya sejak keluar Gedung Putih 4 tahun lalu tampak begitu meyakinkan publik dibanding relatif begitu mudahnya Kamala Harris mendapatkan tiket pencapresan dari Partai Demokrat. Trump berhasil mempersonifikasi dirinya sebagai seorang capres yang kompeten, sementara Harris tampak kesulitan membangun citra diri.
Retorika vs Masalah Migran dan Ekonomi
Kelemahan lain dari Harris yakni dalam masa kampanye yang singkat ia terjebak dalam perang retorika dengan Trump di media namun di sisi lain kurang bisa memberi penjelasan mengenai rencana-rencana kebijakannya sebagai capres.
Pendeknya, Harris terlalu sibuk meyakinkan publik bahwa Trump bukan kandidat capres yang cocok bagi Amerika, tapi ia sendiri tidak cukup meyakinkan publik sebagai kandidat capres yang kompeten.
Dalam ingatan publik, Harris terlalu berkutat misalnya pada isu kebebasan reproduksi atau aborsi namun kurang menjawab pada permasalahan nasional yang jadi “top of mind” masyarakat seperti masalah migran, inflasi ekonomi dan perang.Masalah migran menjadi masalah nyata karena sebagian warga menganggap sulitnya mendapatkan pekerjaan atau upah buruh yang rendah akibat membludaknya imigran.
Baca Juga: Hasil Pilpres AS 2024: Trump Menang di Georgia, Semakin Dekat untuk Kembali ke Gedung Putih
Dalam sebuah wawancara di CBS News Oktober lalu, Harris tampak defensif saat ditanya mengenai kebijakan Presiden Biden yang melonggarkan pembatasan perbatasan namun di tahun ketiga pemerintahannya menerapkan kontrol perbatasan ketat seperti yang diinisiasi Presiden Trump di periode pertama kepresidenannya.
Ditanya apakah perubahan kebijakan itu sebuah kesalahan, Harris menjawab normatif bahwa kebijakan diambil untuk menyelesaikan masalah, bukan mempromosikan masalah.
Di sektor ekonomi, warga juga banyak yang menilai kondisi perekonomian sedang bermasalah meski tingkat inflasi di masa Presiden Biden yang sempat berada di atas 9 persen turun menjadi 2,5 persen. Harga kebutuhan dan biaya hidup terlanjur naik.
Exit poll ABC News usai pemungutan suara menunjukkan ketidakpuasan ekonomi menjadi salah satu alasan pembeda utama pemilih dalam memilih Trump ketimbang Harris. 45 persen responden menyatakan kondisi ekonomi saat ini di bawah Presiden Biden memburuk.Berbanding lebih buruk daripada kondisi ekonomi di awal resesi besar tahun 2008 sebesar 42 persen.
Exit poll Fortune juga menunjukkan keterbelahan soal isu ekonomi yang tidak menguntungkan Harris. Sebanyak 67 persen pemilih menyatakan kondisi ekonomi saat ini tidak baik atau buruk dan hanya 32 persen pemilih yang menyatakan kondisi ekonomi saat ini sangat baik atau bagus.
“Swing States” Kunci Kemenangan Trump
Kemenangan Trump telak atas Harris utamanya disumbang oleh perebutan suara sengit di 7 negara bagian. Kunci kemenangan Trump ada di 3 negara bagian yang masuk dalam kelompok “the blue wall” dan “Sun Belt” yakni Georgia, North Carolina dan Pennsylvania.
Menurut laporan, Trump juga memimpin di 4 negara bagian kunci lainnya yakni Michigan, Wisconsin, Arizona dan Nevada. Sebagai perbandingan, Joe Biden mengalahkan Trump pada Pilpres 2020 dengan memenangi seluruh wilayah kunci ini kecuali North Carolina.
Suksesnya Donald Trump memenangi pilpres kali ini menjadikannya presiden ke-45dan ke-47 AS. Trump menjadi presiden kedua dalam sejarah Amerika yang mencatatkan rekor menduduki jabatan presiden dalam dua masa jabatan terpisah atau nonkonsekutif,yakni mengulang langkah presiden ke-22 dan ke-24 Grover Cleveland lebih dari seabad silam.
Penulis : Redaksi Kompas TV Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV