> >

Perisai Turbulensi Global: Peran Diplomasi Ekonomi Indonesia di Era Ketidakpastian Geopolitik

Opini | 20 Juni 2024, 16:08 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam KTT G20 di New Delhi, India, Sabtu (9/9/2023). (Sumber: Setkab.go.id)

 

Oleh: Ranti Yulia, Dosen Hubungan Internasional President University.

 

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketegangan politik yang meningkat sejak tahun 2023 hingga 2024 meningkatkan ketidakpastian dan menghambat pertumbuhan perekonomian global.

Dinamika geopolitik akan memiliki pengaruh terhadap ekonomi suatu negara baik secara langsung maupun tidak langsung. Indonesia juga merasakan dampak dari ketidakpastian tersebut.

Dinamika geopolitik tersebut seperti perang Ukraina-Rusia, serangan Israel terhadap Palestina yang berdampak signifikan terhadap keamanan dan kesejahteraan warga Palestina, serta berbagai konflik lainnya.

Tahun 2024 terdapat penyelenggaraan pemilu di negara-negara dengan populasi terbesar di dunia seperti India, Amerika Serikat, Indonesia, Rusia dan Meksiko.

Negara-negara tersebut merupakan rumah bagi hampir separuh penduduk dunia yang menyelenggarakan pemilu pada tahun 2024.

Hasil pemilu tersebut akan menentukan pemimpin yang akan berdampak pada kebijakan luar negeri suatu negara dan pengaruhnya di ranah internasional.

Multipolaritas akan menjadi salah satu kondisi yang terbentuk di lingkungan geopolitik tahun 2024. Terdapat banyak aktor yang memiliki pengaruh sehingga membuat sistem global yang kompleks.

Kondisi lingkungan geopolitik yang selalu akan dipengaruhi oleh negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Tiongkok, dan Uni Eropa. Negara-negara yang tidak bergabung secara khusus dalam sekutu blok besar akan memperoleh pengaruh besar dari agenda internasional.

Tingkat pengaruh organisasi-organisasi internasional dirasakan menurun karena gagal mengenali karakter dunia modern multipolar yang timbul.

Kelompok G7 merupakan kelompok yang memiliki nilai-nilai yang sama, seperti mempromosikan demokrasi, kebebasan, dan hak asasi manusia, dalam skala internasional.

Dalam KTT G7 ke-50 yang diadakan di Italia pada 13-15 Juni lalu, dirasakan ketidakefektifan aktor-aktor internasional dalam mengatasi permasalahan regional dan kurangnya kesungguhan untuk menemukan solusi khususnya terkait kedaulatan Palestina.

Risiko geopolitik yang ditimbulkan oleh pemilu, polarisasi, dan konflik di dalam dan antarnegara, memiliki dampak terhadap perekonomian, baik secara global maupun nasional, yang tidak dapat dihindari.

Jika hal tersebut digabungkan secara bersamaan, dapat saling memperkuat pengaruh satu dengan yang lainnya.

Penurunan perekonomian global dapat berdampak pada ekonomi seperti inflasi yang lebih tinggi, pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah, dan kerugian kesejahteraan yang signifikan pada saat terjadi ketegangan geopolitik.

Pengelolaan risiko-risiko tersebut sangatlah penting untuk menopang lembaga-lembaga yang mendukung stabilitas perekonomian Indonesia.

Pandangan geostrategis Indonesia merupakan cara yang tepat dalam memetakan risiko penurunan perekonomian global dan menjadi penyangga atau perisai dari ketegangan geopolitik.

Intervensi pemerintah dalam perekonomian diharapkan dapat menjaga kestabilan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Pada bulan Juni, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mencapai Rp16.400. Salah satu dampak volatilitas dalam pasar keuangan di Indonesia dimulai dari depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang semakin tajam.

Volatilitas nilai mata uang rupiah tersebut berdampak pada beberapa faktor penentu ekonomi. Seperti investasi, barang-barang baku industri impor yang semakin mahal, utang luar negeri para pelaku usaha yang menambah beban perusahaan, serta inflasi yang berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat dan dapat meningkatkan pengangguran.

Pelemahan perekonomian global juga akan mempengaruhi ekspor dan impor dengan para mitra dagang Indonesia dan mempengaruhi Produk Domestik Bruto.

Pada saat ini, pemerintah diharapkan mengedepankan prioritas anggaran, infrastruktur dan kebutuhan ekonomi dalam negeri dengan berbagai pilihan kebijakan yang bijaksana.

Pemerintah diharapkan dapat menjaga aktivitas perekonomian lewat berbagai pilihan kebijakan secara nasional maupun secara internasional melalui diplomasi ekonomi.

Kebijakan nasional seperti fiskal dan moneter dengan prioritas yang berdasarkan pada kebaikan pertumbuhan ekonomi.

Selain pilihan kebijakan domestik, kegiatan diplomasi ekonomi menjadi salah satu kunci Indonesia dalam menyeimbangkan kepentingan dalam negeri dengan para mitra ekonomi atau mitra dagang yang stabil.

Salah satunya kawasan regional Asia-Pasifik yang menjadi salah satu kawasan penting bagi diplomasi ekonomi Indonesia.

Asia-Pasifik dapat menjadi salah satu pilihan fokus utama diplomasi ekonomi Indonesia untuk meningkatkan pembangunan kapasitas Indonesia.

Oleh karena itu, penting bagi Indonesia terus memperkuat diplomasinya dengan para mitra seperti mitra yang menjadi bagian dari ASEAN dan RCEP untuk mendukung proses koordinasi, negosiasi, dan implementasi kerja sama internasional, dengan membina sinergi antaraktor dan pemangku kepentingan serta membangun infrastruktur dan institusi diplomasi ekonomi yang kuat.

Hubungan diplomasi ekonomi kawasan regional Asia-Pasifik menjadi perlu untuk dijaga karena beberapa negara mitra ekonomi yang penting bagi Indonesia, berada di kawasan tersebut.

Seperti realisasi investasi asing langsung dari Singapura, Jepang, Tiongkok, Hongkong, Malaysia dan Korea Selatan yang masuk dalam 10 negara terbesar asal investasi di Indonesia.

Serta menjalin ekonomi diplomasi yang baik dengan negara-negara mitra dagang terbesar Indonesia seperti Tiongkok, Jepang, Singapore, Amerika Serikat, Korea Selatan, dan India.

Keseimbangan dan jalinan diplomasi Indonesia yang kuat dengan negara-negara mitra ekonomi berperan penting untuk menjadi perisai dalam menghadapi turbulensi global di tengah ketidakpastian geopolitik.

 

 

Penulis : Redaksi-Kompas-TV

Sumber : Kompas TV


TERBARU