> >

Qatar Mundur jadi Mediator Israel-Hamas, Masa Depan Gaza Makin Gelap

Kompas dunia | 10 November 2024, 08:15 WIB
Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani (kanan) dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken dalam konferensi pers di Doha, Qatar, Minggu (7/1/2024). (Sumber: Evelyn Hockstein/Pool via AP)

DOHA, KOMPAS.TV - Qatar mundur sebagai mediator negosiasi perdamaian antara Israel-Hamas, dan membuat masa depan Gaza semakin gelap.

Meski begitu, negara Timur Tengah itu menegaskan akan kembali menjadi mediator jika Hamas dan Israel menunjukkan keinginannya untuk bernegosiasi.

Keputusan Qatar pada Satu (9/10/2024) itu muncul setelah pejabat senior Amerika Serikat (AS) mengatakan Washington tak lagi menerima perwakilan Hamas di Qatar.

Baca Juga: Iran Bantah Keterlibatan dalam Rencana Pembunuhan terhadap Donald Trump

AS menuding Hamas menolak proposal terbaru untuk mengakhiri perang di Gaza.

Qatar mengatakan laporan awal bahwa mereka telah menarik diri dari perundingan mediasi, dan mengatakan bahwa kantor politik Hamas di Doha tak lagi memenuhi tujuannya, tidaklah akurat.

“Qatar memberi tahu semua pihak 10 hari yang lalu pada upaya terakhir untuk mencapai kesepakatan, akan menghentikan upaya menjadi penengah Hamas dan Israel jika kesepakatan tak tercapai dalam putaran itu,” bunyi pernyataan Kementerian Dalam Negeri Qatar dikutip dari BBC Internasional.

“Qatar akan melanjutkan semua upaya, ketika semua pihak menunjukkan keinginan dan keseriusan untuk akhiri perang yang brutal,” tambahnya.

Hamas memiliki markas di Doha, Qatar sejak 2012, dan dilaporkan berada di sana atas permintaan eks Presiden AS Barack Obama.

Sejumlah media mengatakan Qatar telah sepakat dengan AS untuk meminta Hamas menutup kantornya di Doha.

Hal itu dikarenakan penolakan kesepakatan negosiasi demi hal yang baik.

Namun, Kementerian Luar Negeri Hamas menyebut laporan itu tak akurat, dan juga telah dibantah oleh pejabat Hamas.

Qatar sendiri merupakan salah satu sekutu kunci AS di Timur Tengah.

Negara itu bahkan menjadi pangkalan udara AS, dan banyak menangani sejumlah negosiasi politik yang rumit, termasuk dengan Iran, Taliban dan Rusia.

Baca Juga: Bertemu Xi Jinping di Beijing, Prabowo Komitmen Pererat Kerja Sama dengan China

Hal ini membuat upaya mengemablikan perdamaian di Gaza semakin tak menentu.

Dilaporkan lebih dari 43.000 orang telah tewas di Gaza sejak serangan Israel pada 7 Oktober.

Serangan itu, merupakan pembalasan Israel setelah Hamas melakukan aksi militer ke wilayah utara negara Zionis tersebut, yang menyebabkan 1.200 oramng tewas dan sekitar 250 orang lainnya disandera.

 

Penulis : Haryo Jati Editor : Gading-Persada

Sumber : BBC Internasional


TERBARU