Satu Keluarga Termasuk Dua Anak Kecil Tewas akibat Serangan Israel di Tepi Barat
Kompas dunia | 5 Oktober 2024, 09:29 WIBTEPI BARAT, KOMPAS.TV — Serangan udara Israel di sebuah kafe di Tepi Barat menewaskan satu keluarga yang terdiri dari empat orang, termasuk dua anak kecil. Kematian ini dikonfirmasi oleh keluarga korban pada Jumat (5/10/2024).
Serangan itu menghantam gedung tiga lantai di kamp pengungsi Tulkarem pada Kamis malam, membakarnya, dan menghancurkan sebuah kafe yang populer di kalangan warga di Tepi Barat. Total korban jiwa dari serangan ini adalah 18 warga Palestina. Serangan tersebut merupakan serangan paling mematikan di Tepi Barat sejak dimulainya perang Israel-Hamas hampir setahun yang lalu.
Di antara korban tewas adalah keluarga Abu Zahra, yang terdiri dari Muhammad, seorang pekerja toko roti, istrinya yang bernama Saja, dan dua anak mereka yang bernama Sham, 8 tahun, dan Karam, 6 tahun.
Menurut saudara laki-laki pria itu, Mustafa Abu Zahra, keluarga itu tinggal di atas kedai kopi yang bernama Dr. Coffee tersebut. Ia menambahkan bahwa salah satu saudara ipar Muhammad juga berada di apartemen itu dan ikut menjadi korban tewas.
Baca Juga: Israel Menggila dengan Serang Tepi Barat dan Tewaskan 18 Orang, Ini Dalihnya
Nimer Fayat, pemilik Dr. Coffee, mengatakan kafe itu penuh dengan pelanggan tetap yang datang untuk makan dan minum saat serangan terjadi sekitar pukul 10:15 malam.
"Apa yang terjadi adalah pukulan yang sangat keras, yang belum pernah kita lihat sebelumnya sejak Intifada Al-Aqsa," katanya. Intifada Al-Aqsa merupakan istilah Palestina untuk intifada kedua di awal tahun 2000-an.
Paramedis yang bergegas datang ke daerah itu menemukan pemandangan yang mengerikan. “Potongan-potongan tubuh berhamburan ke kabel listrik akibat kuatnya ledakan,” kata Nebal Farsakh, juru bicara Bulan Sabit Merah Palestina, yang bersama timnya membawa sembilan korban tewas ke rumah sakit.
Yasser Jibra, kerabat dari keluarga Abu Zahra, mengatakan serangan itu seperti sambaran petir. “Lihatlah sekeliling, kehancurannya begitu terlihat," katanya, seraya menambahkan bahwa sulit untuk mengidentifikasi jenazah orang-orang yang dicintainya.
Militer Israel belum menanggapi permintaan komentar tentang kematian warga sipil dalam serangan itu.
Namun bagi Jibra, ia tidak membutuhkan pengakuan Israel tentang pembunuhan warga sipil Palestina.
“Ini adalah pekerjaan pendudukan kriminal, yang tidak memperhitungkan keberadaan anak atau wanita, atau orang tua atau muda," katanya, saat berdiri di dalam kafe yang hancur akibat ledakan itu. "Semuanya diperbolehkan bagi mereka,” ujarnya.
Pada hari Jumat, paramedis mencari puing-puing di dalam kedai kopi yang hancur akibat ledakan itu, dan mereka mengumpulkan sisa-sisa jasad manusia ke dalam kotak-kotak kecil.
Anak laki-laki dan laki-laki muda berjalan di antara reruntuhan toko, dengan lubang-lubang di langit-langit dan puing-puing menutupi tanah, menggali melewati perabotan berlumuran darah dan balok-balok besi yang copot untuk mencari apa pun yang bisa diselamatkan.
Militer Israel mengatakan serangan itu menewaskan sedikitnya sembilan militan yang berkumpul untuk merencanakan serangan terhadap Israel. Namun tuduhan itu tanpa disertai bukti bahwa orang-orang yang diserang telah terlibat dalam serangan terhadap warga sipil Israel.
Baca Juga: Tentara Israel Serbu Kantor Al-Jazeera di Tepi Barat, Upaya Pembungkaman Oleh Zionis?
Israel juga mengatakan seorang "agen kunci" Jihad Islam tewas dalam serangan itu. Tulkarem, yang dikenal sebagai sarang militansi Palestina, sering menjadi sasaran serangan militer Israel.
Ratusan pelayat memadati jalan-jalan kamp pada hari Jumat selama pemakaman massal untuk 18 orang yang tewas, beberapa di antaranya mengibarkan bendera Hamas. Hamas tidak mengklaim salah satu dari korban tewas sebagai pejuangnya, tetapi merilis pernyataan yang mengutuk serangan itu dan menyerukan warga Palestina di Tulkarem untuk bangkit.
“Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengutuk keras hilangnya nyawa dalam serangan udara Israel di kamp Tulkaram dan menyerukan kepatuhan ketat terhadap hukum internasional yang mengharuskan perlindungan warga sipil dan infrastruktur sipil,” kata juru bicara PBB Stephane Dujarric, seperti dikutip dari The Associated Press.
Penulis : Tussie Ayu Editor : Desy-Afrianti
Sumber : The Associated Press