> >

Kim Jong Un Ancam Hancurkan Korea Selatan dengan Serangan Nuklir jika Berani Provokasi

Kompas dunia | 4 Oktober 2024, 08:37 WIB
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, tengah mengunjungi unit pasukan operasi khusus di distrik barat Korea Utara pada hari Rabu, 2 Oktober 2024. (Sumber: AP Photo)

PYONGYANG, KOMPAS TV - Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, mengancam akan menggunakan senjata nuklir dan menghancurkan Korea Selatan secara permanen jika berani provokasi. 

Media resmi Korea Utara melaporkan hal ini pada hari Jumat, 4 Oktober 2024, setelah pemimpin Korea Selatan memperingatkan bahwa rezim Kim akan runtuh jika berani menggunakan senjata nuklir.

Retorika keras antara kedua Korea ini bukanlah hal baru, namun pernyataan terbaru ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan, menyusul pengungkapan fasilitas nuklir baru Korea Utara dan uji coba rudal yang terus menerus. 

Pekan depan, pengamat memprediksi parlemen Korea Utara yang biasanya hanya formalitas, kemungkinan akan secara konstitusional mendeklarasikan sistem "dua negara" yang bermusuhan di Semenanjung Korea, guna secara resmi menolak rekonsiliasi dengan Korea Selatan dan mengkodifikasi perbatasan nasional yang baru.

Saat mengunjungi unit pasukan operasi khusus pada hari Rabu, Kim menyatakan militernya "akan menggunakan tanpa ragu semua kekuatan ofensif yang dimilikinya, termasuk senjata nuklir," jika Korea Selatan mencoba menggunakan kekuatan bersenjata yang melanggar kedaulatan Korea Utara, menurut laporan Kantor Berita Pusat Korea KCNA yang dikelola negara tersebut, seperti laporan Associated Press Jumat, 4 Oktober 2024. 

"Jika situasi seperti itu terjadi, keberadaan Seoul dan Republik Korea akan mustahil," ujar Kim, menggunakan nama resmi Korea Selatan.

Baca Juga: Korea Selatan Pamerkan Rudal Hyunmoo-5, Peringatan Keras bagi Korea Utara

Pemimpin Korea Utara, Kim Jong un, hari Selasa (19/12/2023), memberikan peringatan sekaligus ancaman serius terhadap Amerika Serikat usai berhasil uji coba rudal nuklir antarbenua Hwasong-18, siap mengambil tindakan lebih agresi untuk menangkal ancaman militer yang meningkat yang dipimpin oleh Amerika Serikat. (Sumber: AP Photo)

Pernyataan Kim ini adalah tanggapan terhadap pidato Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, pada perayaan Hari Angkatan Bersenjata Korea Selatan pada hari Selasa.

Dalam pidatonya, Yoon memamerkan rudal balistik Hyunmoo-5 yang paling kuat milik Korea Selatan dan senjata konvensional lainnya yang mampu menargetkan Korea Utara. 

Yoon menegaskan jika Korea Utara mencoba menggunakan senjata nuklir, itu akan menjadi akhir dari pemerintahan Kim karena Kim akan menghadapi "respons tegas dan luar biasa" dari aliansi Korea Selatan-AS.

Kim merespons pidato Yoon dengan menyebutnya sebagai bukti dari "keberanian perang yang sembrono" dan menunjukkan "kegelisahan keamanan dan psikologi iritasi dari kekuatan boneka."

Dalam pernyataan sinisnya, Kim menyebut Yoon sebagai "orang tidak normal," dan mengatakan "boneka Yoon membanggakan tindakan balasan militer yang luar biasa di depan pintu negara yang memiliki senjata nuklir." 

Pada hari Kamis, Kim Yo Jong, saudara perempuan Kim yang juga pejabat senior, mengejek pameran rudal Hyunmoo-5 Korea Selatan, dengan mengatakan tidak mungkin bagi Korea Selatan untuk melawan kekuatan nuklir Korea Utara dengan senjata konvensional.

Sejak mengadopsi doktrin nuklir yang eskalatif pada tahun 2022, Kim secara berulang kali mengancam akan menggunakan senjata nuklir secara preemptif. 

Namun, banyak pakar asing yang menyatakan bahwa kecil kemungkinan Kim akan menggunakan senjata nuklirnya lebih dulu karena militernya kalah dalam hal kekuatan dibandingkan dengan AS dan sekutunya. 

Baca Juga: Presiden Korsel Ultimatum Kim Jong Un: Korut Akan Menghadapi Akhir Rezim Jika Gunakan Senjata Nuklir

Rudal permukaan-ke-permukaan Hyunmoo berbaris selama perayaan peringatan 76 tahun Hari Angkatan Bersenjata Korea di Seongnam, Korea Selatan, Selasa, 1 Oktober 2024. (Sumber: AP Photo)

Pada bulan Juli, Korea Selatan dan AS menandatangani pedoman pertahanan yang mengintegrasikan kemampuan konvensional Korea Selatan dengan kekuatan nuklir AS untuk menghadapi program nuklir Korea Utara yang semakin maju. Korea Selatan sendiri tidak memiliki senjata nuklir.

Ketegangan antara kedua Korea saat ini berada di titik terburuk dalam beberapa tahun terakhir, dengan serangkaian uji coba rudal provokatif dari Korea Utara dan latihan militer gabungan Korea Selatan-AS yang semakin meningkat dalam siklus aksi dan reaksi. 

Semua saluran komunikasi dan program pertukaran antara kedua negara telah terhenti sejak 2019, ketika diplomasi antara AS dan Korea Utara untuk menghentikan program nuklir Korea Utara gagal.

Pada bulan Januari, Kim menyerukan perubahan konstitusi Korea Utara untuk menghilangkan gagasan penyatuan damai antara kedua negara yang masih berperang, serta mempertegas Korea Selatan sebagai "musuh utama yang tidak berubah."

Kim juga menegaskan kembali bahwa negaranya tidak mengakui Garis Batas Utara (NLL), batas laut barat yang ditetapkan oleh Komando PBB yang dipimpin AS pada akhir Perang Korea 1950-1953. Dia mendesak agar konstitusi baru mencakup definisi yang jelas tentang wilayah Korea Utara. 

Korea Utara secara tradisional bersikeras pada batas yang masuk jauh ke perairan yang saat ini dikuasai Korea Selatan.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Associated Press / KCNA


TERBARU