Serangan Israel di Sebuah Rumah Lebanon Tewaskan 23 Pekerja dan Keluarga Suriah, Mayoritas Anak-Anak
Kompas dunia | 26 September 2024, 21:15 WIBBEIRUT, KOMPAS.TV — Sebuah serangan udara Israel di Lebanon menghantam rumah yang dihuni oleh para pekerja Suriah dan keluarga mereka, menewaskan 23 orang, menurut pejabat Lebanon, Kamis (26/9/2024). Ini menjadi salah satu serangan paling mematikan dalam serangan udara Israel yang menyasar kelompok militan Hizbullah.
Serangan Rabu malam tersebut terjadi saat Amerika Serikat (AS) dan sekutunya menyerukan gencatan senjata selama 21 hari untuk memberi ruang bagi diplomasi.
Israel telah mengancam akan melancarkan invasi darat, dan pertempuran yang semakin intens dapat memicu perang besar.
Kantor Berita Nasional Lebanon melaporkan serangan terjadi di dekat kota kuno Baalbek di Lembah Bekaa, timur laut Lebanon, yang berbatasan dengan Suriah.
Ali Kassas, Wali Kota Younine, mengatakan jenazah 23 warga Suriah berhasil diangkat dari reruntuhan. Ia juga mengatakan empat warga Suriah dan empat warga Lebanon terluka.
Hussein Salloum, seorang pejabat lokal di Younine, menyebutkan bahwa sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak, dan upaya penyelamatan berlangsung sepanjang malam hingga Kamis pagi.
“Kami menggali reruntuhan dengan tangan kosong sampai akhirnya buldoser kecil datang," kata Salloum kepada The Associated Press melalui telepon. “Kami sangat terbatas dalam hal peralatan.”
Palang Merah Lebanon menyatakan telah menemukan sembilan jenazah, sementara yang lainnya dievakuasi oleh layanan paramedis kelompok militan Hizbullah dan Pertahanan Sipil Lebanon.
Baca Juga: PM Lebanon Desak Dewan Keamanan PBB Bertindak, Sebut Israel Sebarkan Teror di Depan Mata Dunia
Kondisi Pengungsi Suriah di Lebanon
Lebanon, dengan populasi sekitar 6 juta jiwa, menampung hampir 780.000 pengungsi Suriah terdaftar dan ratusan ribu lainnya yang tidak terdaftar, menjadikan Lebanon sebagai negara dengan jumlah pengungsi tertinggi per kapita di dunia.
Israel telah melakukan serangan udara berat di seluruh Lebanon selama beberapa hari, menargetkan apa yang mereka klaim sebagai peluncur roket Hizbullah dan infrastruktur militer lainnya.
Para milisi telah menembakkan ratusan roket ke Israel, dan hari Rabu menargetkan Tel Aviv untuk pertama kalinya dengan rudal jarak jauh yang berhasil dicegat.
Tanggapan dari Pihak-Pihak Terkait
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang sedang melakukan perjalanan ke AS untuk menghadiri Sidang Umum PBB, belum memberikan tanggapan terhadap proposal gencatan senjata.
Namun, Menteri Luar Negeri Israel Israel Katz mengatakan Israel akan terus berperang "dengan kekuatan penuh hingga kemenangan diraih."
Hizbullah juga belum merespons proposal tersebut. Kelompok militan ini menegaskan bahwa mereka hanya akan menghentikan serangannya jika ada gencatan senjata di Gaza, yang tampaknya sulit dicapai meskipun negosiasi selama berbulan-bulan telah dipimpin oleh Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar.
Baca Juga: Serbuan Darat Israel ke Lebanon Segera Terjadi, AS dan Sekutu Tel Aviv Minta Gencatan Senjata
Korban di Kedua Sisi Konflik
Serangan Israel sejak hari Senin telah membunuh lebih dari 630 orang di Lebanon, menurut otoritas kesehatan setempat, yang mengatakan sekitar seperempat dari korban adalah perempuan dan anak-anak. Beberapa orang juga terluka akibat pecahan peluru di Israel.
Militer Israel mengatakan telah menyerang 75 lokasi di seluruh Lebanon bagian selatan dan timur semalam. Setidaknya 45 proyektil ditembakkan dari Lebanon pada Kamis pagi, semuanya berhasil dicegat atau jatuh di area terbuka, kata militer Israel.
Hizbullah mulai menembakkan roket ke Israel setelah serangan Hamas pada 7 Oktober memicu perang di Gaza, dengan tujuan mengalihkan perhatian pasukan Israel. Baik Hizbullah maupun Hamas adalah sekutu dekat Iran.
Pertempuran ini telah menewaskan puluhan orang di Israel dan membuat puluhan ribu orang mengungsi di kedua sisi perbatasan. Israel bersumpah akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk mengembalikan keamanan bagi warganya, dan telah menggerakkan ribuan pasukan ke perbatasan utara sebagai persiapan untuk kemungkinan operasi darat.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Associated Press